Sangira
Sang, Hujan mau datang lagi. Sudikah kiranya dirimu antarku pulang?
Sang, kukecilkan pakaian-pakaian longgarmu, ambillah, sudah kutaruh di almari. Aku mau pulang, Sang. Aku tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Di tempat ini. Aku takut, Sang. Tempat ini sudah sangat berbeda, kita tidak bisa lagi main-main dengan Hujan seperti dulu. Masih ingatkah engkau pada bunyi kecipak-cipak air yang main lompat di kubangan lumpur, Sang?
Aku rindu.
Aku mau pulang, Sang….
Seperti memang sudah berjodoh, aku bertemu lagi dengan laki-laki berkemeja garis-garis biru yang kemarin aku temui di sebuah toko kue. Dia tengah kebingungan mencari sebuah kue ulang tahun yang katanya untuk seseorang yang spesial. Untuk pacarnya kurasa. Tapi siapapun perempuan itu sudah pasti dia beruntung sekali. Bagaimana tidak, laki-laki itu terlihat begitu sangat perhatian, peduli, dan rasa sayang yang diperlihatkan pada muka bingungnya ketika mencari kue ulang tahun yang pas untuk seseorang istimewanya itu membuatku tergugah. Kagum akan perhatian yang ditunjukkan pada hal detail yang harus tercetak pada kue yang dia cari. Kami sempat beradu argumentasi kemarin. Tidak terlalu sengit, karena akhirnya kami berdua bisa tertawa terbahak-bahak menertawakan kebodohan kami berdua. Dia laki-laki yang cukup manis, kurasa.
Dan saat ini bukan argumentasi yang beradu, tapi pandangan kami. Ada sesuatu yang membuatku tak bisa melepaskan mataku ke arahnya. Sampai kemudian dia tersenyum. Manis. Seperti rasa kue ulang tahun yang dia beli kemarin.
“Bagaimana kuenya? Dia suka?” Aku menghampiri dengan modal kenekatanku.
“Eh?” Dia tampak mengernyitkan dahi. Mungkin dia sedang menerka-nerka siapa gerangan aku ini.
Aku mengulurkan tanganku, “Sangira. Kita sempat ribut di toko kue kemarin.” Dia tersenyum lebar, hem bagus itu tanda dia sudah mulai mengenaliku.
“Awang.” Dia pun membalas uluran tanganku.
“Jadi, bagaimana kuenya? Dia suka dengan taburan chocochips-nya?”
“Hmm, ya dia suka. Terima kasih untuk ide chocochips-nya. Ha-ha-ha lucu sekali kita berdua meributkan masalah topping apa yang cocok.”
“Hahahahaha…menurutku sih tak apa, itu tanda kau benar-benar mengerti betul selera dia.”
Baiklah, selanjutnya pembicaraan pun buntu. Aku hanya mampu bertanya apa yang sedang dia lakukan di tempat ini, dan selebihnya hening. Mulut kami berdua sama-sama terkunci.
Siang itu adalah pertemuan terakhir kami, dan sekarang tepat dua tahun awal pertemuan kami di toko kue. Semua pun telah berlalu dengan rasa penasaran yang lambat laun lenyap. Aku sudah tidak lagi mempersoalkan ketololanku karena tidak menanyakan entah alamat atau mungkin nomor ponselnya. Beberapa tahun ini aku menunggunya, kalau-kalau dia kembali ke toko kue tempatku bekerja. Namun, Awang sudah benar-benar menjadi awang-awang belaka. Jejaknya pun kini hanya tinggal kenangan. Meski tak dapat kupungkiri sesekali bayangnya terlintas tanpa diundang.
“Nah, kan , kamu melamun lagi?” Alung mengusap kepalaku. “Apa sih yang kamu lamunkan? Aku toh udah ada di sini bersamamu?” Dia pamerkan cengiran lebarnya padaku.
Alung telah menjadi teman setiaku selama satu setengah tahun ini. Hari ini saja, aku ingin mengenang sisa-sisa manis pertemuanku dengan Awang. Maafkan aku Alung, tapi Awang adalah bagian dari sentimentil di dalam diri yang sulit sekali kuusir. Awang apa kabarnya ya sekarang? Kulirik sebentar mimik muka Alung di sebelahku, kuamati diam-diam, tak mau ketahuan bahwa pikiranku tengah berselingkuh di detik ini. Aku pasang senyum manis-senyum palsu yang terbingkai sempurna, ketika Alung menggelayutkan tangannya di pundakku. Aku resah, hatiku tak bisa kubohongi, hingga detik ini pertemuan yang sangat singkat dengan Awang masih meninggalkan jejak yang begitu membekas, aku masih mabuk karena pesonanya, pesona Awang.
Mobil Alung menderu, meninggalkan jalanan yang lengang membawa pikiranku terbang dan hatiku melayang, terisi penuh dengan Awang, Awang dan Awang.
Maafkan aku Alung, untuk hari ini.
###
Aku membantu Alung mengepak barang-barangnya. Dia telah mendapatkan promosi dari kantornya dan itu tandanya dia mendapatkan fasilitas apartemen perusahaan yang notabene jauh lebih nyaman. Besok dia mulai pindah, karena itu di sinilah aku sekarang, di kosannya yang tidak terlalu luas, tapi tidak juga sempit, dikelilingi kardus-kardus dan buku-buku yang masih berserakan. Aku mengamati kamar Alung. Aku jarang berdiam lama di kamarnya, kami lebih sering menghabiskan waktu berdua di luar selama satu setengah tahun ini. Aku penasaran, tiba-tiba mataku terpaku pada sebuah frame foto yang berada di atas meja pendek sebelah computer di sudut kamar. Fotoku dengannya. Kuambil foto itu, aku tersenyum. Ingatanku akan pertemuan pertama kami sungguh tidak terduga. Dia datang untuk membeli sebuah kue, dan kami terlibat dalam perdebatan yang bodoh—sama seperti perdebatanku dengan Awang dulu. Entahlah, mungkin itu yang membuatku memutuskan untuk mengubur kisah Awang dan berusaha melupakannya, karena aku bertemu dengan Awang dalam kemasan yang berbeda. Alung dengan segala kebaikan dan ketulusannya, aku mencintainya.
Kutarik foto itu dari tempatnya, aku ingin menyimpan foto itu. Satu-satunya foto kami berdua yang aku tidak miliki. Bahkan aku sendiri lupa kapan foto itu terambil. Ternyata foto itu tidak datang sendirian. Aku menjadi lebih tertarik pada foto yang tersembunyi di balik foto mesra kami. Kutarik pelan foto itu. Aku melihat dengan seksama foto yang tersimpan, dan detik inipun aku merasa sulit untuk bernapas. Foto Alung dan Awang bersama dengan kue tart bertabur chocochips, kue yang sama kulihat dua tahun lalu.
###
Mungkin ini saat yang tepat untuk pergi. Pergi menepi. Sebuah kenyataan terlontar dari Alung yang masih membuatku tercekat, dan buatku ingin usir jauh-jauh pekat.
Awang, tiada dua tahun lalu. Sebuah penyakit yang sudah mengganas, antarkan dia kembali pulang. Ke sebuah peraduan abadi.
Meninggalkan dunia dengan segala kepekikannya, meninggalkan dunia dengan kesakitannya, meninggalkan dunia dengan semua cinta yang dia punya. Cinta dia dan Alung. Cinta mereka.
Aku tidak pernah berharap aku akan menjadi sebuah penambal bagi cinta mereka yang telah sirna. Alung mencariku setelah kepergian Awang. Bahkan di saat terakhirnya, diantara sengau suaranya yang tinggal hitungan detik, Awang sempat menyebut namaku, nama seseorang yang baru dia kenal dalam hitungan jam. Awang di dalam diri Alung tergerak untuk mencari keberadaanku. Sebuah rasa yang selama ini tidak pernah muncul dalam kasih Alung dan Awang untuk seorang perempuan. Awang dan Alung. Dua pesona yang membuatku tahu diri untuk jatuh cinta, dan cukup tahu diri untuk pergi meninggalkan. Aku tahu Alung memang mencintaiku, aku membawanya pada sebuah rasa yang sama seperti cintanya pada Awang dalam wujud yang berbeda, dalam kemasan yang tidak sama. Awang….pesonanya membuat Alung dan aku beradu, bertemu,dan kini bertopang dagu.
Aku menyingkir dulu sejenak, akan aku pikirkan lagi. Untuk pergi atau kembali.
Aku tidak bisa lepaskan diri dari pesona Awang, yang saat ini kumiliki pada diri Alung.
Alung….Awang….Alung….Awang…..Alung……
Aku sibuk melakukan penerimaan, sementara di luar sana , Alung sendiri pun tidak bisa lepaskan diri dari pesona Awang, yang saat ini dia miliki pada diriku. Sangira.
Selesai
Semilir,
Sabtu, 17 April 2010
cerpen yg cukup panjang, hehehehehe.tp menarik untuk dibaca & dipeLajari, pd akhirnya ditarik sebuah penyimpuLan.
BalasHapus"yg sdh tdk ada hanyaLah sebuah memory yg dpt menyenangkan perasaan hati, sedangkan yg ada sekarang adaLah sebuah reaLita yg harus direaLisasikan untuk menyenangkan (kebahagiaan) dimasa datang".
----------
kunjungan perdana di akhir pekan, saLam kenaL.
hehehe..terimakasih atas komentarnya.....mungkin aku akan mengganti istilah cerpen dengan "cerpan" (cerita panjang) hehehhee......
BalasHapusterimakasih untuk komentar, dan kunjungannya....
salam kenal juga....^^
hmmmm... bagus shin...
BalasHapustapi (maaf) masih banyak yg klise...
hehehehehe
karena itu kamu harus menulis lagi
dear, sandra..akhirnya diriku berkunjung jua..nice blog! ternyata dirimu sangat amat berbakat skali ya nulisnya,,sukaaaa:)
BalasHapus@taufiq: yes taufik, terima kasih....^^
BalasHapus@azzah: hohohohohooho darling, jangan bosan berkunjung ya.......