Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Sebuah esai tentang kebudayaan bersifat simbolik

Di sebuah stasiun TV Swasta terlihat ada sebuah penayangan mengenai kehidupan sebuah suku yang masih kental dengan keprimitifannya. Sebut saja salah satu suku di Afrika. Tampak di sana sekelompok manusia berpakaian seadanya, sedang duduk mengelilingi api unggun. Kepala suku mereka sedang menceritakan kepada anggota kelompoknya yang lain, menceritakan mengenai sebuah batu yang tiba-tiba saja terlempar dari arah gunung berkapur hingga hampir membuatnya celaka, hingga detik itu juga dia, selaku kepala suku di sana menyatakan bahwa benda tersebut adalah ‘benda jahat atau benda setan’. Simbol tersebut dia gunakan sebagai bentuk kekhawatirannya terhadap anggota kelompoknya yang lain, sehingga mendorong agar anggota yang lain selalu waspada. Bentuk pengungkapan itu membudaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hingga kemudian manusia menjadi lebih pandai dan cerdas hingga benda yang disebut-sebut sebagai benda jahat itu hanyalah sebuah bongkahan batu yang secara tidak sengaja terlempa

Cerita Tentang Satu Hari

Cerita Tentang Satu Hari Aku ingin berbagi cerita padamu, kali ini. Meski cuma sehari. Baiklah, sepertinya cukup untuk hari ini. Hari kita bersantap ria kudapan yang ada di hadapan. Meski hanya sekedar sebatang coklat dan keripik kentang, tapi lumayanlah untuk mengganjal perut. Atau paling tidak kita harus berterimakasih pada kudapan ringan itu, karena telah berhasil membuat suasana bisu menjadi riuh, karena suara berisik yang dihasilkan oleh kunyahan-kunyahan mulut kita membuat suasana menjadi seru. Paling tidak, hari ini, aku ingin kau mengenang hari ini. Yang bisa saja suatu hari nanti menjadi tidak lagi berarti atau mungkin tetap selalu menjadi misteri, yang masing-masing hanya kita yang tahu. Semilir datang lagi, kali ini dia datang dengan senyum sumringahnya, yang membuat rerumputan berlonjakan riang dan air-air di kubangan sisa hujan semalam menjerit senang. Kamu tahu, ini kali pertama si Sunyi pergi mengembara. Ke sebuah negeri jauh, tersembunyi di antara pohon perdu. Saat

GADIS PUKUL SEBELAS SIANG

GADIS PUKUL SEBELAS SIANG Seorang gadis berbaju coklat sedang duduk termenung sendirian di pojokan sebuah kedai kopi. Dia diam dan pandangannya terlihat kosong. Seperti sudah bosan hidup. Tak ada gairah dan semangat untuk menghadapi matahari yang sedang memanas siang ini. Sebuah kopi espresso , berbuih dan panas menemaninya dengan setia. Cukup aneh untuk siang bolong yang gerah seperti sekarang. Dia diam. Menatap pada kepulan panas di hadapannya. Hanya menatap. Tak ada hasrat untuk mencicipinya, meski hanya seseruputan. Mungkin karena masih panas. Entahlah. Aneh sekali gadis itu. Paling tidak dalam penglihatanku dia terlihat tidak biasa. Ada sesuatu yang ganjil dari dirinya. Dia sendiri sadari atau tidak. Dia mengaduk-aduk espresso-nya tanpa maksud yang jelas. Sesekali dia mengernyitkan dahi, dan tersenyum, entah karena apa. Lalu kulihat dia menitikkan air mata. Untuk gadis semanis dia, tak pantas air mata keluar dari matanya. Entah karena rasa empatiku atau memang karena ra

Peron Tiga

Peron Tiga Kamu yang lebih sering bilang kalau kami meninggalkanmu, kamu yang pernah bilang tentang sebuah perasaan memiliki begitu kita akan kehilangan. Waktu yang tersisa, begitu sangat cepat, Kekesalan semu dan amarah yang menggantung di udara lenyap tatkala begitu melihatmu telah mengemasi baju-baju, mengepak barang, dan melihat usahamu menikmati ketegaran dan penerimaan yang kau miliki dengan berdiri tenang di peron tiga, menunggu. Gamang, hening, Geming.. Tak ada satu kata yang mampu terucap, pikiranmu melayang, pikiranku pun terbang, dia dan juga dia. Kita. Mata ketemu mata, Diam ketemu diam. Bodoh, waktu tinggal beberapa menit lagi, dan gerbong kereta tua itu akan bawamu pergi, kita masih beku, renungkan arti. Tidak lebih dari sepuluh menit kami dengar kabar sembilan bulan kepergianmu. Pikiranku enggan berkompromi. Rasa memiliki ketika kau pergi, sebuah pengungkapan akan kebersamaan dan arti persahabatan sejati. Selesai sudahkah? Atau sebenarnya semua ini baru akan di

KADO UNTUK REI…

KADO UNTUK REI… Awan yang bergelayut mesra di langit sana seperti telah siap untuk menumpahkan semua tangisnya. Langit hitam pekat, aku mempercepat langkah kakiku. Menuju halte bus. Pulang ke rumah. dengan segala kehangatan di sana. Kehangatan yang kumaksud di sini bukan seperti yang ada di dalam sinema-sinema elektronik, dengan anggota keluarga lengkap berkumpul di ruang keluarga, dengan meja makan penuh masakan-masakan khas buatan seorang ibu, adik-kakak akur bercengkrama, seorang bapak yang sedang menyeruput secangkir teh sembari membaca Koran, ditambah dengan si Pus menjadi binatang peliharaan yang juga ikut senang. Bukan, bukan seperti itu gambarannya. Tidak semewah itu. Aku hanya tinggal berdua dengan Mbok Inah, orang yang udah merawat aku sedari kecil. Aku anak tunggal, dan kedua orang tuaku telah meninggal pas aku berumur enam tahun. Entahlah aku sendiri tidak begitu ingat akan peristiwa itu. Bagiku Mbok Inah udah aku anggap kayak orangtuaku sendiri.

Lelaki itu Bernama….

*cerita ini kubuat ketika aku mengalami puber kedua...ha-ha-ha...I felt in love with someone who I didn't know his name..,stupid..but it's truly happened.* Sampai akhirnya saya bisa kenal,dan sampai sekarang saya dan dia bersahabat baik. # dan perasaan yang dulu sempat ada hilang begitu saja...., memang puber...ha-ha # Lelaki itu Bernama…. Sepenuh hati aku berlari, keringatku bercucuran. Sesekali aku melirikkan mata ke arah jam digitalku yang berdiam di pergelangan tangan kiriku. Jam 11.20…mati aku!! kuliahku udah dimulai lebih dari setengah jam yang lalu. Aku memaki habis-habisan bus yang tadi sempat menahan laju motorku begitu lama. Entah karena di depannya juga ada kendaraan yang berhenti ato apa, tapi jelas dia membuatku lebih lambat 15 menit dari yang seharusnya. Lima belas menit…hanya lima belas menit, namun…untuk hari ini lima belas menit menjadi waktu yang sangat menentukan buatku. Karena lima belas menit ini cukup membuat waktu presentasiku di kelas berkurang. Da

Sebuah Kisah Tentang Koma

Sebuah Kisah Tentang Koma Ngomongin cowok plus cinta buat cewek semacam aku ini serasa “wasting time” bangeeet! Bukannya ngga minat, ngga suka, ato bagemana-bagemana seeehh…hanya aja, menurutku masih banyak hal yang pengen aku lakukan selain mikirin makhluk bernama cowok. Salah satunya dengan jadi anak yang ngebanggain ortu tentunya. Mungkin buat sebagian orang terkesan kaku, ngga gaul, konservatif atau apalah istilah-istilah yang ngegambarin betapa kunonya aku. Tapi guys, itulah aku. Biasa, sederhana, simple, dan ngga aneh-aneh. Dan sumpah…asli!!! Temen-temenku pada ngetawain pola pikirku yang kayak gitu. Anehkah aku? Bagiku punya segudang prestasi di skul, punya wajah yang ngga jelek-jelek banget, punya ortu yang tajir abis, punya sobat-sobat yang nyenengin, semua anugerah itu ngga harus digembor-gemborin kan?Meski begitu aku selalu berpenampilan biasa-biasa aja, berangkat skul naek angkot bahkan pernah juga jalan kaki walau habis itu kakiku pada pegel semua. Hehehe…tapi entah kena

Hujan Sore-Sore

Hari ini gerimis-gerimis kecil kembali berjingkrak dengan cipratan-cipratan air rintiknya Aku berjalan di bawah payung ungu mudaku hingga tiba-tiba perjalananku yang cukup nyaman terganggu oleh sebuah sepeda motor ‘gedhe’ (begitu aku menyebutnya) melintas di sampingku dengan kecepatan tinggi, yang entah secara sengaja atau ngga membuat genangan air di sampingku muncrat ke mana-mana, dan bisa diduga bajuku yang semula kering kini jadi basah dan kotor tak beraturan. “HEEEYYYY!!!!” teriakku agak sedikit marah. Tapi yang bikin aku jadi lebih kesal, dia seperti ngga mendengar aku teriak, terbukti dengan dia sama sekali tak menoleh ataupun berhenti ketika mendengar teriakanku. “COWOK SINTING LO!” teriakku lagi. “Budeg kale ya tu orang.” batinku Rumahku emang ngga begitu jauh dari tempatku bersekolah, hanya empat ratus meter kurang dikitlah. Makanya tiap hari yaaa ‘walking-walking’ gitu deh. Hehehe…(eh aku kan lagi marah kok malah ketawa sih!) begitu nyampai rumah eeehhh malah nyokap n