Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

BEKAL PERJALANAN

    Vadin anak saya, sangat senang berkereta. Bahkan, seminggu tiga kali kami bepergian dengan menggunakan kereta api prambanan ekspress  (Prameks) untuk bertemu, bermain dan berpetualang bersama dengan teman-teman kecilnya. Ya, sudah satu tahun ini Vadin bermain dan belajar di sebuah sekolah yang berpuluh kilometer jauhnya dari rumah. Banyak orang berpikir bahwa saya terlalu memaksakan, beranggapan kalau saya ini aneh atau bahkan terlampau ambisius. Banyak orang tidak mengerti bahwa sekolah ini memang layak untuk perkembangan Vadin anak saya, yang akan membuat dia selalu bergembira dan bersenang-senang sepanjang hari tanpa beban, tidak seperti sekolah pada umumnya yang melulu dengan gedung bertingkat dan berpagar tinggi, bermateri berat, ini adalah sekolah biasa. Tanpa pagar dan berada di tengah-tengah sawah, bahkan para murid bebas merajut materi kelasnya sendiri. Kadang saya harus menggambarkan kepada orang lain bahwa sekolah ini mirip dengan cerita Totto-Chan. Baru orang-oran

Yang Masih Muda

  Kulihat dua pasang mata beradu pandang. Mesra dan penuh kasih. Aku melihat keduanya tak sungkan memamerkan asmara yang seolah tidak terbendung, seperti sudah tak berjumpa bertahun-tahun. Kangen kronis batinku. Aku memalingkan muka. Mungkin aku cemburu. Cemburu karena separuh duniaku ada di belahan bumi lain yang puluhan ribu mil jauhnya, yang berjarak dengan gelombang lautan, musim bahkan waktu. Waktu pun sinis dengan hubungan kami. Siang-Malam. Malam-Siang. Kami tak pernah sependapat akan itu. Kulihat lagi dua sejoli itu, tertawa dan senyum malu-malu. Akh,..rasanya aku ingin berlari menjauh saja. Rindu ini penyakit yang nyaris membunuhku. Tapi tangan mungil ini membuatku membatu. Membuatku tak bisa beranjak karena es krimnya yang meleleh kemana-mana mengotori tangan dan bajunya. Aku sibuk membantu tangan mungil itu membersihkan diri, sosok kecil yang kemudian memasang cengiran dengan giginya yang penuh noda es krim yang belepotan sampai mulut. Sesaat rasa rinduku hilang.

REFLEKSI

    Barangkali setiap kelahiran itu adalah penantian, adalah harapan. Atau barangkali kelahiran itu melelahkan karena mungkin kita selalu dibuat lupa akan sejatinya diri dan harus menunggu hingga saat kesadaran itu datang, membuka batin kita untuk tersedu kemudian. Atau menyadarkan bahwa kita itu sedemikian kecil di antara partikel-partikel lain di semesta raya ini. Kita mungkin kecil, kita mungkin tak lebih dari debu, tapi kita juga bisa menjadi berarti. Mencari arti hidup. Mungkin itulah kelahiran. Pencarian. Bertambah usia tak lantas menjadikan manusia itu makin dewasa, makin mengerti dan makin paham. Banyak juga yang makin tua makin pelupa, Lupa bahwa dia dulu juga melalui proses menjadi bayi yang sedang belajar melihat, belajar mendengar, dan belajar berbicara. Lupa bahwa kita dulu berawal dari raga yang tidak bisa melakukan apa-apa selain menangis dan sesekali mengoceh. Insting seseorang ketika menjadi bayi mungkin lebih tajam daripada kala mereka beranjak besar. S

Mengunjungi Kantor Pemadam Kebakaran

    Hari senin lalu, tepatnya 29 Januari 2018, Vadin dan teman-temannya berkunjung ke Kantor Pemadam Kebakaran. Anak saya, tentunya Vadin adalah salah satu anak yang tidak kalah bersemangat. Malam sebelumnya, dengan semangat yang meletup-letup, bagaikan merapal doa sebelum tidur, Vadin mengulang dan terus mengulang dengan senang. Dia akan ke kantor pemadam kebakaran, menyemprot air dan ingin meluncur di tiang pemadam seperti Fireman Sam, katanya. Demi suksesnya acara tersebut, saya subuh-subuh ke Stasiun. Demi dua buah tiket yang akan mengantarkan kami pergi ke yogya. Hari biasa mungkin aman saja kalau hendak membeli tiket ke Yogya dengan keberangkatan jam 07.55, Tapi hari itu adalah Hari   Senin, Hari dimana tiket kereta akan selalu cepat ludes. Dimulai dari Jumat Sore, hingga Senin pagi.   Empat Hari yang membutuhkan tingkat kelegawaan dan ketabahan yang super untuk memaklumi dan menerima bahwa tiket yang sesuai jadwal yang diinginkan sudah habis bahkan sebelum Mbak

Membaca Karya Dee--Supernova : AKAR

        Membaca Karya Dee , saya baru saja berhasil menyelesaikan buku dewi Lestari supernova berjudul Akar di awal tahun ini ( ini sebuah hal yang sangat membanggakan lho—paling tidak menurut saya, you know , IRT dengan kesibukan tingkat tinggi, bisa mandi tanpa gedoran pintu dari anak dan teriakannya “sudah belum bu? Ayo temenin   aku maen” itu saja sudah Alhamdullilah …T_T Saya mengenal karya Dee sejak duduk di bangku SMP, waktu itu Supernova sudah mem- booming dengan judul Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Tapi waktu itu saya benar-benar tidak mampu menjangkau arah tulisan dan gaya tulisan Dee, mungkin karena saat itu saya masih ABG labil, jadi cerita-cerita berat dengan bahasa yang melangit tidak bisa dijangkau oleh akal saya. ( bilang aja masih cethek mikirnya..-LOL) Jadi saya hanya sebatas membaca—bukunya pun juga hanya pinjam ke salah seorang senior saya. Sampai di bagian tengah buku, saya lalu menutupnya, menguap, lalu saya tinggal tidur. Saya tidak men

Moe Naik Kereta Prameks

      Moe adalah anak yang bersemangat. Setiap hari Senin, Rabu dan Jumat dia bersama ibunya berangkat ke sekolah berkereta. Jarak rumahnya dengan sekolah kira-kira tigapuluh delapan kilometer jauhnya. Meskipun Moe harus menunggu empat puluh menit perjalanan, dia tidak merasa bosan karena menurut Moe bersekolah dengan naik kereta adalah petualangan. Moe belajar mengantri untuk bisa memperoleh tiket. Moe belajar untuk memberi kesempatan penumpang lain turun terlebih dahulu sebelum dia mulai naik. Moe pun mengerti bahwa ada saatnya dia harus memberikan bangkunya kepada penumpang lain yang mendapat prioritas duduk.   Seperti kakek nenek, seseorang yang terluka, ibu hamil, atau ibu yang sedang menggendong adek bayi. Berkereta membuat Moe belajar untuk menghormati kebutuhan orang lain. Di dalam kereta, Moe mengamati ada penumpang yang bertubuh besar, ada yang bertubuh sedang, ada juga yang kecil. Ada penumpang yang berambut ikal, keriting, lurus, bahkan ada juga yang piran