Langsung ke konten utama

BEKAL PERJALANAN

 
 
Vadin anak saya, sangat senang berkereta. Bahkan, seminggu tiga kali kami bepergian dengan menggunakan kereta api prambanan ekspress (Prameks) untuk bertemu, bermain dan berpetualang bersama dengan teman-teman kecilnya. Ya, sudah satu tahun ini Vadin bermain dan belajar di sebuah sekolah yang berpuluh kilometer jauhnya dari rumah. Banyak orang berpikir bahwa saya terlalu memaksakan, beranggapan kalau saya ini aneh atau bahkan terlampau ambisius. Banyak orang tidak mengerti bahwa sekolah ini memang layak untuk perkembangan Vadin anak saya, yang akan membuat dia selalu bergembira dan bersenang-senang sepanjang hari tanpa beban, tidak seperti sekolah pada umumnya yang melulu dengan gedung bertingkat dan berpagar tinggi, bermateri berat, ini adalah sekolah biasa. Tanpa pagar dan berada di tengah-tengah sawah, bahkan para murid bebas merajut materi kelasnya sendiri. Kadang saya harus menggambarkan kepada orang lain bahwa sekolah ini mirip dengan cerita Totto-Chan. Baru orang-orang kemudian sedikit memahami.
Sejak berusia 3 tahun, saya mendampingi aktivitas bermain dan belajarnya di rumah. Saya pernah juga membuat jadwal aktivitas terstruktur dalam satu minggu, misalnya saja, senin adalah hari untuk bermain tentang berhitung, selasa tentang practical life, rabu kita ada percobaan-percobaan, kamis sensory plays, Jumat beraktivitas yang ada hubungannya dengan seni, dan semuanya saya sesuaikan dengan kebutuhan Vadin tanpa memaksanya dengan target-target tertentu. Itu berlangsung hingga satu tahun. Jadwal aktivitas tersebut sangat membantu saya untuk terus berusaha meluangkan waktu bermain bersama vadin setiap harinya, membuat saya menjadi bersemangat menyiapkan ide-ide aktivitas untuk esok harinya, dan itu sangat memudahkan saya mengatur waktu diantara kesibukan saya menjadi Ibu Rumah Tangga dan menjalankan sebuah toko online. Namun, semakin ke sini karena lingkungan kami saat itu minim teman-teman sebaya, Vadin menjadi agak sedikit sukar bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, terutama dalam hal bagaimana dia bersikap ketika harus bertemu dengan orang lain. Saya sendiri kemudian menyadari bahwa saya sendiri adalah seorang ibu yang tidak terlalu suka bergaul dan nimbrung ke sana kemari. Akhirnya, saya berpikir bahwa Vadin membutuhkan sebuah tempat untuk dia bisa belajar bersosialisasi dan belajar bersahabat dengan teman-teman sebayanya. Hingga akhirnya itu semua yang membawa Vadin berpetualang ke Yogyakarta naik kereta setiap hari Senin, Rabu dan Jumat.
Setiap berkereta, saya tidak pernah lupa membawa bekal untuk Vadin. Bekal makanan tentunya menjadi wajib, kadang bekal tersebut dibuat sendiri oleh vadin. Ya, meskipun hanya mengoleskan margarin atau menuangkan susu kental manis di atas roti. Kadang, kalau saya sedang membuat sesuatu di dapur, seperti pancake, atau sarapan mudah dan cepat seperti nasi goreng, vadin ikut membantu menuangkan adonan ke atas teflon, mengaduk atau mencicip. Vadin selalu saya libatkan dalam setiap aktivitas di rumah termasuk di dalam dapur. Jadi dia sudah cukup lihai mematikan kompor, menuang air dari botol minum ke gelas, atau pun mencuci perlengkapan makan yang kotor.  Pagi ini, Vadin ingin membawa roti bakar sebagai bekal perjalanannya, dengan bersemangat vadin mengoleskan kedua belah sisi roti tawarnya dengan margarine, lalu saya bantu memasukkannya ke dalam Teflon. “Aku balik ya bu rotinya, sudah wangi baunya”, kata Vadin sambil mencoba mengarahkan spatula kayu yang sedang dia pegang untuk membalik rotinya. Saking bersemangatnya dia, tanpa dia sadar rotinya jatuh di luar teflon. Saya pun meringis. “ Wah, jatuh bu, kotor deh rotinya”, kata Vadin dengan nada penuh penyesalan. Saya mengusap rambutnya pelan, “ Engga apa-apa, Vadin. Ngebaliknya terlalu kencang ya,” seru saya sambil tersenyum. Akhirnya, vadin mengulangi prosesnya dan kali ini dia berhasil membalik rotinya dengan sempurna. Nah, jadi juga bekal perjalanannya, saya sudah ikut deg-degan, karena jadwal kereta tidak bisa diajak kompromi. Telat satu menit saja, pasti kami akan terlambat. Untungnya Vadin sudah terbiasa, jadi jarang sekali ada drama pagi-pagi sebelum berangkat. Hanya sesekali kalau Vadin bangun kesiangan.
Tapi tetap saja, di usianya yang masih 4.5 tahun kesalahan-kesalahan kecil tidak lantas membuat saya menganggapnya sebuah masalah. Justru dari kesalahan-kesalahan kecil dia akan bisa belajar lebih banyak.
Selain bekal berupa makanan, kami biasanya mempersiapkan satu lagi bekal perjalanan lainnya. Khusus yang satu ini saya libatkan penuh Vadin untuk memilihnya. Bekal perjalanan itu kami sebut dengan “ Teman Perjalanan”. Teman perjalanan ini berupa sebuah tas merah yang berisi beraneka rupa benda-benda yang akan membuat Vadin merasa nyaman ketika berada di dalam kereta. Karena kereta tujuan lokal selalu ramai dan seringnya kami tidak mendapat tempat duduk, sangat penting bagi vadin untuk tetap bergembira meskipun dia harus duduk selonjoran di lantai kereta. Di dalam tas merah tersebut Vadin biasanya membawa sebuah buku aktivitas, sebuah buku mewarnai, sebuah pensil dan penghapus, satu set crayon, beberapa mainan mobil-mobilan dan favoritnya adalah mobil pemadam kebakaran__jadi jangan heran apabila suatu waktu yang akan dia bawa adalah mobil pemadam kebakaran semua. Tentunya, tidak lupa satu atau dua buku cerita anak. Hampir semua isi dari teman perjalanan tersebut Vadin yang mengaturnya. Vadin sudah saya berikan kebebasan dalam membuat beberapa keputusan. Termasuk benda-benda apa saja yang akan dia bawa sebagai teman perjalanannya.
Pagi ini, di kereta Vadin meminta saya untuk membacakan sebuah buku berjudul Finlay, the Fire Engine. Itu adalah salah satu buku favoritnya yang paling suka dia bawa kemana-mana , selain karena ukurannya yang mini sehingga mudah dibawa kemanapun, juga ada gambar mobil pemadam yang sangat dia sukai. Ceritanya juga sederhana dan lucu. Bahkan, Vadin pun sudah bisa menceritakan kembali isi cerita Finlay kepada saya. Jadi, pernah suatu kali saya sedang terduduk capek, selonjoran di atas karpet, mungkin wajah saya saat itu menunjukkan lelah, Vadin menghampiri saya kemudian tanpa ragu dia membacakan cerita Finlay untuk saya. Katanya, “aku bacain cerita Finlay ya, Bu, biar ibu riang lagi”. Setelah itu, dia menirukan bunyi sirene mobil pemadam.  Hati seorang Ibu mana yang tidak sumringah mendapatkan perhatian yang luar biasa dari jagoan kecilnya. Mendadak saya bersemangat lagi. Rasa lelah berangsur menghilang.
Di sepanjang pagi ini, Vadin belajar banyak hal. Vadin belajar mengantri untuk bisa memperoleh tiket. Vadin belajar untuk memberi kesempatan penumpang lain turun terlebih dahulu sebelum dia mulai naik. Dia pun juga mengerti bahwa ada saatnya dia harus memberikan bangkunya kepada penumpang lain yang mendapat prioritas duduk.  Seperti kakek nenek, seseorang yang terluka, ibu hamil, atau ibu yang sedang menggendong adek bayi. Berkereta membuat Vadin belajar untuk menghormati kebutuhan orang lain. Tidak terasa, stasiun Tugu sudah ada di depan mata. Kereta membawa kami selama 40 menit hingga menuju ke stasiun terakhir tujuan kami. Sudah waktunya kami bersiap untuk turun. Begitu turun, Vadin berlarian senang, bersiap menyambut pagi ini dengan penuh sukacita.
 
 Semilir, 2018
 
 

Komentar

  1. Saya juga suka naik Prameks, Mbak Sandra.
    Pas dari Yogya ke Solo. Murah lagi, cuma 8 ribu hehehe.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

dongeng Si Gajah dan Si Badak

dongeng Si Gajah dan Si Badak April 14th, 2008 Suatu hari di sebuah hutan belantara tampaklah seekor gajah yang berbadan besar dengan belalai panjangnya sedang bercengkrama dengan seekor badak. Si Badak terpesona melihat dua gading gajah yang membuat Si Gajah makin terlihat gagah. Kemudian Si Badak bertanya " Jah…Gajah…kok kamu bisa punya sepasang cula yang hebat begitu bagaimana caranya tho?…kamu terlihat semakin gagah saja". Lantas dengan bangga Si Gajah pun bercerita tentang puasa tidak makan tidak minumnya selama 80 hari. Berkat puasa itulah Si Gajah bisa mendapatkan cula yang hebat seperti yang Badak lihat sekarang. Akhirnya karena Si Badak juga ingin tampil gagah, dia pun mulai menjalani puasa 80 harinya seperti yang Si Gajah lakukan. Seminggu kemudian…… "Ahhh…enteeeeeng…." Badak sesumbar. Dua minggu berikutnya…… Si BAdak mulai sedikit lemas, dia masih bertahan meski rasa lapar, rasa haus kian menghantuinya. Dia iri melih

Sebuah esai tentang kebudayaan bersifat simbolik

Di sebuah stasiun TV Swasta terlihat ada sebuah penayangan mengenai kehidupan sebuah suku yang masih kental dengan keprimitifannya. Sebut saja salah satu suku di Afrika. Tampak di sana sekelompok manusia berpakaian seadanya, sedang duduk mengelilingi api unggun. Kepala suku mereka sedang menceritakan kepada anggota kelompoknya yang lain, menceritakan mengenai sebuah batu yang tiba-tiba saja terlempar dari arah gunung berkapur hingga hampir membuatnya celaka, hingga detik itu juga dia, selaku kepala suku di sana menyatakan bahwa benda tersebut adalah ‘benda jahat atau benda setan’. Simbol tersebut dia gunakan sebagai bentuk kekhawatirannya terhadap anggota kelompoknya yang lain, sehingga mendorong agar anggota yang lain selalu waspada. Bentuk pengungkapan itu membudaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hingga kemudian manusia menjadi lebih pandai dan cerdas hingga benda yang disebut-sebut sebagai benda jahat itu hanyalah sebuah bongkahan batu yang secara tidak sengaja terlempa

Langkahkan Kakimu dan Luaskan Pandanganmu

    Ada banyak kota di dunia ini yang bisa saja saya tulis dan saya rangkai untuk kemudian menjadi tokoh utama dalam tulisan ini. Sayangnya, ternyata urusan memilih kota impian itu tidak lah semudah seperti memilih baju mana yang hendak dipakai di dalam tumpukan baju yang belum disetrika. Njlimet saya tuh orangnya… :D Eropa, US, Canada, Oz, New Zealand, Egyptian, Southern Asia, hingga East Asia macam Seoul, Japan, negara dan kota yang nge-hits belakangan karena faktor serial drama-dramanya   juga tak membuat saya lantas menisbahkan mereka untuk menjadi salah satu kota yang ingin saya kunjungi. Ya seneng juga melihat beberapa teman sudah banyak yang berhasil menapaki diri ke sana, entah karena pekerjaan, karena sekolah, karena usaha kerasnya sedari dulu, karena memenangkan undian, atau yang karena dapat bonus dari usahanya mengejar poin, bahkan ada juga yang karena pasangannya horang tajir melintir, akhirnya kesempatannya untuk bisa bepergian keliling Indonesia bahkan ke lua