Langsung ke konten utama

Marzuki Alie, Masih Waraskah Anda?

kali ini saya ingin mem-post sebuah tulisan mbak Linda dari kompasiana. Tentang sebuah pernyataan seorang ketua DPR yang menurut saya tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya, yang menurut saya kurang layak disebut sebagai seorang pejabat tinggi yang berperan mewakili rakyat dan digaji dengan uang rakyat. Saya tidak bermaksud menghakimi, karena saya sendiri juga manusia biasa yang masih perlu banyak belajar. Tapi ketua DPR gitu lho.....bukan cuma pekerja biasa yang mungkin bisa menyempatkan diri untuk ber-fesbukan di sela-sela waktu kerjanya...(sebenernya ini juga kurang bener-red). Baiklah berikut ini tulisan yang ditulis oleh seorang kawan.

Marzuki Alie, Masih Waraskah Anda?


Ini adalah surat terbuka untuk Marzuki Alie. Berlembar-lembar tisu sedari tadi mengusap butiran air mata saya ini, seorang Ibu dari satu anak yang sepanjang hari hidup berjuang mempertahankan sebuah kehidupan yang bermartabat, layak dan senantiasa minta berkah Tuhan secara baik.
Tidakkah Anda ketahui, orang-orang yang tengah menderita, yang telah binasa, bahkan yang hiduppun masih  belum tentu nasib di kemudian harinya seperti apa di Mentawai, adalah saudara-saudara kita sebangsa setanah air? Betapa sampai hatinya Anda berkata dengan enteng, bahwa yang takut kena ombak jangan tinggal di pulau. Mentawai kan jauh, itu konsekwensinya. Duh .. duh.. Anda ini lupa bahwa pernyataan Anda bukanlah sekedar  celotehan seorang lelaki yang beristri Asmawati, melainkan Anda sedang menyandang kapasitas sebagai Ketua DPR. Apa itu DPR? Di bawah Pohon Rindang ? Ya tidak la yaaaa!  Anda mewakili kami, rakyat! Anda bukan orang yang menjadi pegawai di pabrik panci. Atau sekedar tukang ngamen di dalam bis kota. Anda jauh lebih hebat dari itu. Anda digaji oleh kami, oleh keringat kami. Untuk memperjuangkan kenyamanan kami. Untuk memeluk kami. Bukan menghina kami. Bukankah begitu?
Andaikan mereka, saudara-saudara kita bisa memilih, akankah mereka menetap seterusnya di pinggir laut? Bisa iya, bisa juga tidak. Wawasan Anda sebagai anak Palembang yang lulusan SMA Xaverius I dan meraih PhD dari Universiti Utara Malaysia, tentu tidak mungkin dangkal bukan? Anda tentu paham betul negeri kita dikelilingi oleh laut. Ya, laut, bukan warteg ! Siapa yang bisa memilih mau hidup di pinggir laut atau ke luar dari kawasan itu? Andai mereka boleh memilih, rasanya mereka juga ingin hidup seperti Anda. Duduk di kursi empuk, di gedung keren, keluar masuk mobil keren, masuk rumah dinas yang semua rekening air listrik telefon tidak perlu dirogoh dari kocek pribadi.
Satu dua kali saya masih menahan diri. Saya  menangis saja diam-diam sendirian selama ini setelah mendengar berbagai pernyataan Anda. Kali ini saya ingin memperlihatkan tangisan saya. Dan tentu saja marah saya. Sebab saya manusia normal, yang masih memiliki rasa, berbaur antara kecewa, pedih dan nestapa. Beberapa waktu yang lampau saya mendengar Anda menyebut bahwa air kolam renang di gedung DPR yang nanti baru itu bisa untuk menampung air untuk kalau-kalau terjadi kebakaran. Lalu Anda katakan lagi siapa yang tidak setuju pembangunan gedung itu, artinya cari muka. MasyaAllah… !  Cari mukapun kepada siapa? Kepada rakyat, bukan? Salahkah? Hinakah? Buru-buru saat itu saya penasaran membuka biodata Anda. Lulusan sekolah apa sih sampai-sampai ada lelaki yang menjadi pucuk pimpinan di gedung terhormat itu bisa-bisanya berkata air tampungan kolam renang bisa untuk air pemadam kebakaran?
Marzuki Ale, sebentar lagi, tanggal 6 November ini usia Anda bertambah. Cobalah dibarengi dengan bertambahnya kebijakan. Arif, matang, dan rendah hati. Para cendekiawan, gabungan LSM, rakyat lainnya, terlanjur geram, kecewa dan patah hati mendengar ungkapan Anda yang rasanya sangat tidak manusiawi itu. Sampai-sampai, rekan Anda Ruhut , yang sering dianggap banyak orang berbicara sekenanya itu, juga gemas melihat ulah Anda. Di situ saya berkeyakinan, Ruhut masih waras. Alhamdulillah nuraninya masih tersimpan rapi . Tapi Anda?  Masih waraskah Anda?
Cukuplah saudara-saudara kita mengalami penderitaan lahir, rusak fisik dan nestapa. Jangan lagi Anda tambahkan penderitaan mereka dengan derita batin. Sebegitu sampai hatinya Anda meluncurkan kata-kata dengan nada menghina , tak ada simpati sama sekali, dan congkak sekali. Saya berharap Anda masih memiliki sahabat sejati, yang bisa menasihati, yang bisa menyabarkan dan meluruskan mencong-mencongnya celotehan selama ini. Atau barangkali ada yang dituakan, yang masih Anda hormati selama ini - yang bisa ikut menasihati dan berkata tanpa risih, bahwa ucapan Anda selama ini seringkali ngawur dan menyakitkan hati banyak orang. Barangkali ada baiknya berulang-ulang Anda diingatkan, bahwa segala yang melekat pada Anda sesungguhnya hanya titipan. Di atas langit masih ada langit. Yang hanya mampu dijangkau oleh Ilahi. Bukan oleh Anda. Bukan oleh kami  ataupun orang-orang yang merasa dirinya berada di awang-awang.
Saya yakin Anda adalah lelaki yang taat beragama,  segala amanah jabatan dilampaui senantiasa berlandaskan kasih, dan sungguh paham dalam seluruh keislaman yang dimiliki ada hablumninalllah dan habluminnannas yang seimbang dalam diri Anda. Hubungan dengan Allah secara baik sungguh penting, namun hubungan ke samping dengan sesama manusiapun tak kalah maha pentingnya. Hapuslah kata-kata nyinyir yang acapkali akan muncrat  keluar dari mulut Anda itu. Khususnya berkomentar soal korban bencana. Minta maaflah. Bukan kepada Presiden. Tetapi kepada Tuhan,  dan kepada rakyat yang tersakiti. Tunjukkanlah sportifitas dan kejantanan Anda. Beritahu kepada dunia bahwa Anda adalah manusia yang berbudaya. Masih waraskah Anda? Saya yakin, InsyaAllah, masih !


 komentar pribadi saya: bagaimana kalo semua jajaran pemerintahan dikondisikan untuk hidup serba susah?
Akh,...andai semua itu semudah membalikkan telapak tangan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

dongeng Si Gajah dan Si Badak

dongeng Si Gajah dan Si Badak April 14th, 2008 Suatu hari di sebuah hutan belantara tampaklah seekor gajah yang berbadan besar dengan belalai panjangnya sedang bercengkrama dengan seekor badak. Si Badak terpesona melihat dua gading gajah yang membuat Si Gajah makin terlihat gagah. Kemudian Si Badak bertanya " Jah…Gajah…kok kamu bisa punya sepasang cula yang hebat begitu bagaimana caranya tho?…kamu terlihat semakin gagah saja". Lantas dengan bangga Si Gajah pun bercerita tentang puasa tidak makan tidak minumnya selama 80 hari. Berkat puasa itulah Si Gajah bisa mendapatkan cula yang hebat seperti yang Badak lihat sekarang. Akhirnya karena Si Badak juga ingin tampil gagah, dia pun mulai menjalani puasa 80 harinya seperti yang Si Gajah lakukan. Seminggu kemudian…… "Ahhh…enteeeeeng…." Badak sesumbar. Dua minggu berikutnya…… Si BAdak mulai sedikit lemas, dia masih bertahan meski rasa lapar, rasa haus kian menghantuinya. Dia iri melih...

Sebuah esai tentang kebudayaan bersifat simbolik

Di sebuah stasiun TV Swasta terlihat ada sebuah penayangan mengenai kehidupan sebuah suku yang masih kental dengan keprimitifannya. Sebut saja salah satu suku di Afrika. Tampak di sana sekelompok manusia berpakaian seadanya, sedang duduk mengelilingi api unggun. Kepala suku mereka sedang menceritakan kepada anggota kelompoknya yang lain, menceritakan mengenai sebuah batu yang tiba-tiba saja terlempar dari arah gunung berkapur hingga hampir membuatnya celaka, hingga detik itu juga dia, selaku kepala suku di sana menyatakan bahwa benda tersebut adalah ‘benda jahat atau benda setan’. Simbol tersebut dia gunakan sebagai bentuk kekhawatirannya terhadap anggota kelompoknya yang lain, sehingga mendorong agar anggota yang lain selalu waspada. Bentuk pengungkapan itu membudaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hingga kemudian manusia menjadi lebih pandai dan cerdas hingga benda yang disebut-sebut sebagai benda jahat itu hanyalah sebuah bongkahan batu yang secara tidak sengaja terlempa...

SANGIRA

Sangira Sang, Hujan mau datang lagi. Sudikah kiranya dirimu antarku pulang? Sang, kukecilkan pakaian-pakaian longgarmu, ambillah, sudah kutaruh di almari. Aku mau pulang, Sang. Aku tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Di tempat ini. Aku takut, Sang. Tempat ini sudah sangat berbeda, kita tidak bisa lagi main-main dengan Hujan seperti dulu. Masih ingatkah engkau pada bunyi kecipak-cipak air yang main lompat di kubangan lumpur, Sang? Aku rindu. Aku mau pulang, Sang…. Seperti memang sudah berjodoh, aku bertemu lagi dengan laki-laki berkemeja garis-garis biru yang kemarin aku temui di sebuah toko kue. Dia tengah kebingungan mencari sebuah kue ulang tahun yang katanya untuk seseorang yang spesial. Untuk pacarnya kurasa. Tapi siapapun perempuan itu sudah pasti dia beruntung sekali. Bagaimana tidak, laki-laki itu terlihat begitu sangat perhatian, peduli, dan rasa sayang yang diperlihatkan pada muka bingungnya ketika mencari kue ulang tahun yang pas untuk seseorang istimewanya itu membuatk...