💗💗💗
Sebagian besar
Ibu sejagat Indonesia Raya pastilah saat ini sedang dipusingkan oleh kebijakan
dari Kementerian pendidikan dan kebudayaan yang dalam kebijakannya akan
menerapkan sekolah 8 jam setiap harinya untuk periode tahun ajaran 2017/2018
mendatang. Belum soal penerimaan siswa baru yang semrawut di tingkat daerah, ini ditambah dengan kebijakan pak
mentri pendidikan yang saban tahun seringnya berubah. Kadang kita (para ibu)
suka gedek, ini anak-anak mau dibawa kemana dan jadi apa nantinya.
Betul, ngobrolin
pendidikan anak-anak itu sampai 7 juta likes juga ga akan ada habisnya. Akan
terus berkelanjutan bahkan mungkin hingga sudah ditemukan planet lain selain
bumi yang bisa untuk dihuni. Setelah saya pahami dan alami selama puluhan tahun
bersekolah, sekolah bukanlah tempat untuk mencari ilmu, melainkan ijasah. Betul
ga? *nah silakan dianalisis ya betul salahnya, jangan langsung percaya dengan
pemaparan saya yang bisa aja kepleset* buktikan sendiri bahwa sejak dulu hingga
sekarang ijasah masih dianggap sebagai tiket
untuk kehidupan yang lebih baik.
Saya pernah
berpikir untuk menyekolahkan mandiri saja Vadin--anak saya yang bulan Juli
besok genap berusia 4 tahun. Homeschooling
atau yang sering disebut dengan sekolah di rumah bisa menjadi sebuah angin
segar bagi wajah pendidikan di Indonesia. Namun, trust me, butuh komitmen dan konsistensi yang luar biasa kuat untuk
bisa menerapkan dan menjalani proses pendidikan cara ini. Saya pribadi pernah
mencoba menerapkan selama kurang lebih 9 bulan ketika vadin masih berusia 3
tahun. Saya membuat semacam jadwal aktivitas sederhana yang saat itu bertujuan untuk menstimulasi
perkembangannya. Tapi tetap saja, rasa-rasanya kalo bukan IRT macam Nia Ramadani—(nyinyiiir
tanda tak mampu yee..)_--yang punya ART yang jumlahnya melebihi jumlah bintang
di langit sana, waktu yang dipunya rasanya kurang cukup untuk bisa mengerjakan
berbagai hal dalam satu hari, yang jadi IRT no ART paham ya hebohnya rumah
bagaimana..;D Bukan berarti homeschooling
itu mustahil dilakukan. Bisa. Hanya memang diperlukan kesungguhan tingkat dewa
untuk menjalankannya, dan tentunya kesiapan mental baik kita dan pasangan juga
si Kecil yang perlu diperhatikan. Akhirnya setelah beberapa kali rencana yang
saya buat bolang-bolong, saya menyerah juga. Rasanya sudah saatnya vadin memang
harus belajar dan bermain di luar dengan teman teman sebayanya. Ga muluk biar
bisa ini itu, hanya agar bisa lebih punya banyak teman dan tentunya biar secara
tidak sadar bisa melatihnya untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Nah singkatnya,
saya skip Paud-paud bertaraf ini itu, berlabel ini itu, berslogan ini itu. Saya
mencari sebuah tempat dimana vadin murni hanya biar bermain dan
bersenang-senang. Memang akhirnya kami menemukan sebuah tempat yang kami rasa
cukup pas dengan metode pengajaran yang saya terapkan di rumah. Dengan
nilai-nilai yang dianut di sana. Dan jadilah sementara ini Vadin bermain dan Belajar
di sana. Oh iya, lokasi tempat ini memang terbilang cukup fantastis dari rumah
kami. Dengan waktu tempuh sekali naik kereta selama 45 menit dan ojek 15
menitan kami sudah tiba di lokasi bermain vadin ini. Saya emak gila? Iya
memang. ;P Sekalian jalan-jalan lah yaaa…dibuat seru dan asik aja sih. Beberapa
teman mendukung dengan antusias karena memang “kelonggaran” dan “kebebasan”
dalam mendidik anak-anak di tempat ini sudah terdengar luas, namun ada juga
yang pengen tapi merasa mustahil karena jarak tempuh yang jauh, dengan sarana
transportasi yang tidak semudah kami bisa dapatkan. Selain ada yang kontra juga
ya, --biasalah pro-kontra dalam hidup kan. ;D
Nah, selama tiga
bulan kami belajar dan bermain di sana, ada satu pelajaran penting yang saya
dapat, jadi begini, selama ini kita selalu berpendapat bahwa sekolah yang baik
itu yang begini, yang begitu, yang begono, yang pener (benar-red) itu ini dan itu. But, I’m totally wrong.
Mau sekolahannya
bermodel apapun, mulai dari taraf internasional, lokal, alam, dan lain-lainnya
itu semua akan kembali bagaimana model pendidikan anak di rumah.
Betul,
pendidikan dari rumah itu yang terpenting. Bagaimana anak belajar mengasihi sesama
dan alam sekitarnya, bagaimana anak berperilaku, bagaimana anak menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, semua berawal dari rumah, semua berawal dari orang
terdekat yang berinteraksi dengannya. Anak ibarat mesin copy yang istimewa.
Anak-anak adalah peniru yang sangat baik. Coba engkau bicara dengan nada
membentak, itu juga yang akan dia lakukan ketika berinteraksi dengan orang
lain. Coba saja engkau pukul dia ketika engkau memarahi dia, maka itu pula yang
akan dia lakukan kepada orang lain ketika dia sedang marah. Coba engkau abaikan
anak dengan menjawab celotehannya tetap sambil
berkonsentrasi pada layar android, maka suatu saat nanti, perilaku itu pula
yang akan dia berikan kepada orang lain. Jangan bentak anak, kalo kau tidak
ingin dibentak nantinya, jangan teriaki anak, kalau engkau tidak ingin anakmu
pun akan meneriak-mu suatu hari nanti.
Namun, ketika
engkau menyampaikan sesuatu dengan cara dan tutur kata yang baik, engkau selalu
berusaha menunjukkan rasa kasih sayangmu kepada anak, they will understand and know..
kalau begitulah cara dia nantinya berinteraksi dengan orang lain. Anak ga perlu
contoh jauh-jauh untuk mandiri, untuk berbagi, untuk mempunyai hati yang penuh
kasih, untuk peduli terhadap lingkungan sekitarnya, mereka hanya perlu berkaca
kepada orang tuanya kemudian mencontohnya.
Apa yang saya
obrolkan ini adalah kecenderungan yang terjadi ya, apabila ada kondisi- kondisi
di luar yang biasa terjadi, bisa jadi outputnya juga lain lagi. Tapi saya
percaya bahwa kasih sayang keluarga adalah gerbang awal dan utama anak apakah
dia akan berhasil atau tidak nantinya dalam perjalanan hidupnya.
Keberhasilan bukan
melulu soal materi lho ya. Tapi bisa juga pada spiritualisme-nya, cara
pandangnya, cara dia mengambil keputusan, cara dia berinteraksi dengan orang
lain. Dan itu pula nantinya yang akan dia tularkan kepada keluarga kecilnya,
jadi apakah engkau tidak ingin menjadi awal bagi kebaikan kehidupan si kecil
nantinya? Kita sebagian para orangtua mungkin belum menyadari bahwa kita mungkin
saja adalah sebab dari akibat yang terjadi. Jangan terlalu sering menyalahkan
anak, melarang anak tanpa alasan yang jelas dan kuat, memaksa anak melakukan sesuatu
yang mungkin mereka tidak suka, berkacalah pada diri sendiri, coba kembali
menjadi anak-anak dan berpikirlah dengan cara pikir mereka.
Dan sebagian
note ini saya tulis sebagai pengingat untuk saya sendiri, yang kadang-kadang
sering lupa bahwa--gadget itu bisa ganti lagi kalo pecah, rusak, nge-hang. Customers
bisa diperoleh lagi ketika mereka
hilang-datang-pergi-kembali-atau bahkan tak pernah hadir lagi, tapi anak, apa bisa saya kembalikan waktu
mereka, memutar kembali hari-hari mereka. Apa saya pribadi rela kalau anak saya
kurang perhatian,kurang berinteraksi dengan ayah ibunya, karena kami terlalu
sibuk dengan dunia kami sendiri, hingga lupa waktu. Semoga kami bisa terus
konsisten dalam mengupayakan komunikasi dan rasa Kasih dalam keluarga kami.
Semoga interaksi kami pun nantinya tidak hanya sekedar “Bagaimana sekolahmu
hari ini?’ atau “PR-nya sudah dikerjain?”.
Dan kembali
kepada soal sekolah 8 jam yang akan diterapkan nantinya. Saya tidak pro-tidak
kontra. Saya belum bisa menanggapi karena belum ada implementasinya, saya masih
punya waktu beberapa tahun menunggu sebelum Vadin (mungkin) terpaksa harus mengikuti arus--
bersekolah di sekolahan umum, apakah kurikulum 2017/2018 nanti merupakan awal
perbaikan seperti yang digadang-gadang atau justru sebaliknya? Tapi apapun itu,
semua kembali ke “pendidikan” di rumah. Pun misal Vadin merasa bosan sekolah nantinya,
saya akan mengajaknya membolos saja, mengajaknya jalan-jalan entah kemana. Dan
tidak menuntutnya secara akademis harus mendapat nilai terbaik. Biarkan saja
dia menjadi diri sendiri. Meski mungkin aturan sekolah membelenggunya, biarkan
dia menjadi salju di tengah padang pasir, biarkan dia jadi berbeda, dan
bergembira. Karena setiap anak memiliki keunikan masing-masing di dalam dirinya
untuk disambut dengan hangat.
Mari kita semua
berbahagia dan menyambut keunikan anak kita dengan penuh kasih dan sayang.
Komentar
Posting Komentar