Langsung ke konten utama

sebuah REFLEKSI


   
Menulis apa hari ini?

Semakin hari semakin dibuat bingung, hendak menulis apakah hari ini? Padahal, sebetulnya ada banyak hal yang bisa untuk diceritakan. Mungkin ada bagusnya saya membuat komit terhadap diri sendiri. Satu hari satu tulisan refleksi. Satu hari meluangkan waktu sebentar untuk berefleksi. Mungkin saja, di sela-sela jari kita yang mengetikkan kata-kata pada kibor, tiba-tiba semesta memberikan wasilah nya melalui tarian-tarian jari kita.

Setiap saya berangkat naik kereta mengantarkan Vadin bersekolah, saya bertemu dengan berbagai macam pengalaman. Sayangnya, pengalaman tersebut tidak lantas saya tuangkan ke dalam bentuk tulisan sehingga menguaplah segalanya. See, being commit is not always easy. L ( paling tidak dalam kasus saya)

Ada satu pertanyaan yang kerap dilontarkan orang-orang pada kami, bahkan driver Go-Car yang sering kami pakai untuk mempermudah akses kami menuju ke sekolah setibanya kami di Stasiun.

“Kok sekolah aja musti jauh-jauh, Mba?” – ( carilah Ilmu sampai negeri Cina, Bapak—batin saya sambil meringis)

Ya, pertanyaan itu kadang-kadang mengusik pemikiran saya juga ketika saya sedang memasak, entah ketika saya sedang sibuk rekapan pembelian, atau ketika saya sedang beristirahat. Pikiran saya terbang melayang-layang. Kemana-mana. Lompat-lompat keluar melalui jendela rumah.

Apakah ada yang keliru dengan keputusan kami?

Untungnya kesadaran saya tidaklah beranjak kemana-mana. Pijakan saya juga tidaklah goyah. Yah, tidak ada yang keliru hanya mungkin keputusan kami memang tidaklah umum. :D

Senin, Rabu, Jumat adalah hari-hari dimana saya bersama Vadin harus bangun lebih pagi, pergi untuk memesan tiket kereta lokal karena takut kehabisan ( terutama Senin, yang bikin gigit jari  karena begitu ticketing dibuka seringnya tiket keberangkatan jam 7.55 langsung ludes tak bersisa). Ada banyak pelajaran untuk saya dan vadin selama beberapa bulan ini berkereta. Dan percayalah, kami berdua sangat menikmati kebersamaan kami sepanjang perjalanan.

Di sekolahan Vadin, Sanggar Anak Alam ( Salam), yang berlokasi di nitiprayan Yogyakarta memiliki toleransi yang sangat luar biasa terutama untuk membiarkan anak berproses sesuai dengan kemauan si anak. Anak bisa ikut bermain dan belajar setiap hari (Senin-Jumat), atau seperti Vadin yang tidak di haruskan datang setiap hari karena factor jarak, ada juga yang karena kesibukan orang tua, dan juga mood anak. Iya, mood anak. Di sini mood anak juga sangat dihargai eksistensinya. Apabila anak memang tidak sedang dalam mood yang bagus untuk bersekolah, mogok sekolah kita bisa lapor dan meminta ijin tidak bersekolah kepada bu guru atau fasilitator yang sudah tergabung bersama di dalam sebuah grup komunikas. Dan para guru juga fasilitator menanggapinya dengan sangat baik dan hangat. Anak-anak memiliki tingkat kenyamanan dan cara beradaptasi yang berbeda-beda. Dan kami sangat senang karena proses kenyamanan dan adaptasi tiap anak diperhatikan dengan baik oleh para guru. Betapa sangat menyenangkan bersekolah di sini. Anak-anak tidak ada keterpaksaan untuk bersekolah, mereka bebas bermain dan belajar, mereka bebas menjadi diri mereka sendiri. Jadi saat ini,  apapun kata orang dan daun-daun yang bergoyang, saya merasa tempat ini lah yang cocok untuk bertumbuh bagi vadin saat ini. J

 

Vadin bisa belajar untuk lebih menghargai proses belajarnya, karena dia tahu bahwa ketika bersekolah dia harus memesan tiket kereta terlebih dahulu, bahkan kadangkala harus memahami  tidak bisa masuk sekolah karena kehabisan tiket. Vadin bisa belajar untuk menghargai waktu. Vadin bisa belajar juga bagaimana bersikap selama menggunakan transportasi public, vadin bisa belajar bahwa ada orang-orang tertentu yang lebih berhak untuk mendapatkan tempat duduk karena mereka memang membutuhkan kursi untuk duduk, sehingga vadin bisa belajar memberikan bangku tersebut untuk para lansia, seseorang yang sedang sakit, ibu-ibu hamil dan ibu-ibu yang menggendong adik bayi. Ada banyak hal yang bisa Vadin dan saya pelajari sepanjang perjalanan.

Jadi, tidak ada rasa kecewa ataupun penyesalan dalam keputusan kami. Sekolah vadin memang jauh ( 30 km dari rumah), tapi sejauh itu pula kami mendapatkan banyak hal dan pengalaman yang luar biasa.

Salam cinta,

semilir

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

dongeng Si Gajah dan Si Badak

dongeng Si Gajah dan Si Badak April 14th, 2008 Suatu hari di sebuah hutan belantara tampaklah seekor gajah yang berbadan besar dengan belalai panjangnya sedang bercengkrama dengan seekor badak. Si Badak terpesona melihat dua gading gajah yang membuat Si Gajah makin terlihat gagah. Kemudian Si Badak bertanya " Jah…Gajah…kok kamu bisa punya sepasang cula yang hebat begitu bagaimana caranya tho?…kamu terlihat semakin gagah saja". Lantas dengan bangga Si Gajah pun bercerita tentang puasa tidak makan tidak minumnya selama 80 hari. Berkat puasa itulah Si Gajah bisa mendapatkan cula yang hebat seperti yang Badak lihat sekarang. Akhirnya karena Si Badak juga ingin tampil gagah, dia pun mulai menjalani puasa 80 harinya seperti yang Si Gajah lakukan. Seminggu kemudian…… "Ahhh…enteeeeeng…." Badak sesumbar. Dua minggu berikutnya…… Si BAdak mulai sedikit lemas, dia masih bertahan meski rasa lapar, rasa haus kian menghantuinya. Dia iri melih...

Sebuah esai tentang kebudayaan bersifat simbolik

Di sebuah stasiun TV Swasta terlihat ada sebuah penayangan mengenai kehidupan sebuah suku yang masih kental dengan keprimitifannya. Sebut saja salah satu suku di Afrika. Tampak di sana sekelompok manusia berpakaian seadanya, sedang duduk mengelilingi api unggun. Kepala suku mereka sedang menceritakan kepada anggota kelompoknya yang lain, menceritakan mengenai sebuah batu yang tiba-tiba saja terlempar dari arah gunung berkapur hingga hampir membuatnya celaka, hingga detik itu juga dia, selaku kepala suku di sana menyatakan bahwa benda tersebut adalah ‘benda jahat atau benda setan’. Simbol tersebut dia gunakan sebagai bentuk kekhawatirannya terhadap anggota kelompoknya yang lain, sehingga mendorong agar anggota yang lain selalu waspada. Bentuk pengungkapan itu membudaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hingga kemudian manusia menjadi lebih pandai dan cerdas hingga benda yang disebut-sebut sebagai benda jahat itu hanyalah sebuah bongkahan batu yang secara tidak sengaja terlempa...

SANGIRA

Sangira Sang, Hujan mau datang lagi. Sudikah kiranya dirimu antarku pulang? Sang, kukecilkan pakaian-pakaian longgarmu, ambillah, sudah kutaruh di almari. Aku mau pulang, Sang. Aku tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Di tempat ini. Aku takut, Sang. Tempat ini sudah sangat berbeda, kita tidak bisa lagi main-main dengan Hujan seperti dulu. Masih ingatkah engkau pada bunyi kecipak-cipak air yang main lompat di kubangan lumpur, Sang? Aku rindu. Aku mau pulang, Sang…. Seperti memang sudah berjodoh, aku bertemu lagi dengan laki-laki berkemeja garis-garis biru yang kemarin aku temui di sebuah toko kue. Dia tengah kebingungan mencari sebuah kue ulang tahun yang katanya untuk seseorang yang spesial. Untuk pacarnya kurasa. Tapi siapapun perempuan itu sudah pasti dia beruntung sekali. Bagaimana tidak, laki-laki itu terlihat begitu sangat perhatian, peduli, dan rasa sayang yang diperlihatkan pada muka bingungnya ketika mencari kue ulang tahun yang pas untuk seseorang istimewanya itu membuatk...