Mungkin bagi beberapa orang, memilih jalan non karier dengan ijazah kelulusan dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri Ternama adalah salah satu tindakan eman, keputusan yang amat sangat disayangkan, atau dianggap sebagai tindakan durhaka terhadap orangtua yang telah bersusah payah menyekolahkan. Terutama karena engkau adalah seorang perempuan dan terlahir diantara anggota keluarga yang semua memilih di jalur karier. Apakah ada yang pernah mengalami Jugdement semacam itu? Kalau ada, mari kita ber-toast sambil menyeruput secangkir kopi kental pahit, agar tersadar bahwa sebenarnya judgemental itu tidaklah lebih pahit dari kopi yang kita minum.
Beberapa Tahun silam, dengan sadar saya mencoba banting setir dari carrier oriented menjadi seorang ibu rumah tangga yang bau bawang, bau ulekan, bau sabun cuci piring, dan bau minyak telon. Tentunya kesadaran itu muncul ketika status saya berubah menjadi seorang ibu. Saya hanya meyakini bahwa menjadi seorang ibu bukan lantas kita akan kehilangan segala waktu dan kehidupan social. Memang benar sekali bahwa kehidupan seorang ibu itu banyak jungkir baliknya, banyak tuntutan, dan tekanan. Seorang ibu rumah tangga pun sering merasa pekerjaan tiada habis meski sudah bangun sedini mungkin untuk menyelesaikan segala urusan rumah tangga, tapi tetap masih merasa sehari 24 jam tidaklah cukup. Belum lagi seorang ibu yang memutuskan untuk berkarier, mereka harus membagi dirinya dalam dua kehidupan. Dan saya menyadari bahwa saya tidak akan mampu menciptakan lingkungan damai dengan pikiran yang selalu positif untuk anak dan keluarga apabila saya harus diburu-buru oleh pekerjaan kantor, atau kalau saya sering mendapat panggilan tugas dari kantor bahkan saat wiken pun. Saya hanya tidak yakin saya sanggup menjalani kehidupan damai dan tenang dengan kehidupan kemrungsung yang sering saya lihat dalam kehidupan sekitar saya. I have to create my own peace. Kenapa menjadi seorang Ibu harus damai, baik pikiran juga hatinya? Kenapa damai itu menjadi begitu penting? Semua adalah karena seorang ibu adalah segala awal bagi kehidupan anak dan keluarganya. (paling tidak begitu dalam pandangan saya)
Menurut saya, seorang ibu apapun status dan profesinya sebaiknya mampu berdamai dengan dirinya sendiri, paling tidak harus sudah menuntaskan segala problem yang dia miliki sebelum akhirnya dia bisa memberikan banyak dampak positif bagi lingkungan sekitar, atau lingkungan terkecil yakni keluarganya. Ketika seorang ibu sudah bisa berdamai dengan dirinya sendiri, sudah mampu menerima perannya, sudah mampu menikmati segala waktu yang dia miliki, maka bahagia bukanlah hanya menjadi angan-angan. Dan ketika seorang ibu bahagia, maka urusan rumah, pekerjaan, dan semuanya bisa berjalan beriringan. Kedamaian hati membuat bahagia.
Damai bisa beragam wujudnya, masing-masing orang memiliki perspektif damainya masing-masing. Bagi saya sendiri, sebagai ibu rumah tangga, damai bisa berarti meluangkan lebih banyak waktu untuk anak-anak dan keluarga, bisa mendampingi anak-anak dan mengajarkan pelajaran kasih sayang kepada mereka, membiarkan anak-anak tumbuh menjadi diri mereka sendiri, dan bisa menghadapi segala hal negatif yang mungkin berdengung seperti lebah dengan cengiran.
Satu hingga dua kali dalam satu bulan bulan saya bergeliat untuk berburu buku bacaan anak-anak. Sebetulnya ini adalah semacam terapi saya yang lain agar bisa melepaskan diri sejenak dari kesibukan di dalam rumah. Hanya berbelanja buku yang membuat saya tidak merasa bersalah untuk mengeluarkan sejumlah uang yang lebih banyak dari biasanya. Karena saya punya anak dan juga ingin membangun sebuah perpustakaan untuk anak-anak, jadi anggap saja berbelanja buku bacaan anak menjadi semacam investasi. Oh, kemudian bagaimana saya membiayai hobi berbelanja ini, sementara saya tau benar bahwa saya tidak memiliki pendapatan sendiri? Singkatnya, saya menemukan cara untuk melampiaskan hasrat belanja buku saya. Saya pun mulai berbisnis. Saya pemula dan saya masih meraba, dan saya tau bahwa di luar sana banyak para ibu lainnya yang sudah mulai menyadari betapa pentingnya mengenalkan bacaan sedari dini untuk buah hati mereka namun kesulitan waktu untuk berbelanja buku, atau kesulitan mendapatkan buku yang sesuai dengan kebutuhan anak-anaknya, atau kesulitan mendapatkan buku sesuai dengan budget mereka, then, here I am, I am being a children book seller. J And I’m totally happy karena ibarat hasrat berbelanja buku terpenuhi, saya pun bisa menghasilkan pendapatan sendiri.
Buku bacaan anak juga bervariatif, sebagai orang tua kita pun haruslah teliti terhadap buku bacaan yang beredar, seringnya saya baca dan pahami dulu isi bacaan, kemudian baru saya sampaikan kepada anak saya untuk diceritakan kembali. Bahasanya juga sering saya ubah menggunakan bahasa saya sendiri, saya sesuaikan dengan usia anak saya. Apabila ada gambar atau cerita yang sarat dengan kekerasan ( misal ayah memarahi anaknya, atau memukul anaknya) biasanya saya skip. Untuk itulah sangat penting sebagai orang tua mengetahui isi bacaan anak-anak mereka sebelum akhirnya diceritakan kembali kepada mereka. Apabila anak sudah bisa membaca sendiri, perlu adanya pendampingan untuk menjelaskan istilah sulit dan tentunya dengan pendampingan kita bisa membantu anak memahami apabila ada kata-kata yang kurang pas dengan usianya. Informasi ini biasanya saya sampaikan kepada para orangtua atau calon pembeli buku yang memang masih baru dalam dunia perbukuan. Karena rupanya, tidak semua orang tua dan ibu suka membaca dan tahu jenis bacaan seperti apa yang pas untuk putra-putri mereka.
Sebetulnya dengan orangtua suka membaca minimal salah satunya entah ayah atau ibu, merupakan langkah awal bagi anak untuk belajar menyukai kegiatan membaca. Kadang orangtua mencari contoh yang jauh untuk menanamkan nilai-nilai baik atau hal-hal positif bagi anak-anaknya, padahal sejatinya merekalah contoh riil dalam kehidupan anaknya. Ingin anak suka membaca, maka sukailah membaca, ingin anak menjadi pribadi yang baik dan suka menolong, maka lakukan itu dulu. Anak tidak memerlukan contoh yang jauh, mereka hanya perlu melihat apa yang orangtuanya lakukan.
Sebetulnya dalam perjalanan saya hingga sekarang, saya menemukan ada banyak ibu muda baru yang tengah mengalami dilema. Entah itu teman-teman sebaya, atau para pelanggan yang kemudian menjadi teman lalu mendapuk saya menjadi kawan curhat. Dari situ saya masuk menjadi sahabat mereka, kadang-kadang kami bisa saling men-support dan mengingatkan akan pentingnya memperlakukan anak dengan penuh kasih sayang. Apakah ada seorang ibu yang tidak sayang terhadap anaknya? Oh ada, bahkan ada juga seorang ibu yang depresi akut karena merasa tidak mampu mengurus anak-anaknya hingga harus menjalani pengobatan. Kisah ini adalah kisah yang terjadi, nyata di sekitar saya, mengedukasi para ibu untuk bisa berdamai dengan diri mereka, agar melepaskan beban berat yang ada di dalam pikiran mereka,agar tidak menyerah ketika dipandang sebelah mata oleh orang sekitar, keluarga ataupun mertua karena tidak memiliki karier cemerlang dengan jabatan tertentu bukanlah hal yang mudah. Kadang berbenturan dengan budaya patriarki yang kental, dan juga budaya sopan santun. Satu-satunya hal yang saat ini bisa saya lakukan adalah mencoba membesarkan hati para ibu yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, mendengarkan keluh kesahnya, karena saya tahu benar keputusan resign, keluar dari zona nyaman itu tidaklah mudah. Kadang-kadang kami juga berbagi ide kegiatan bersama anak untuk diwujudkan di saat waktu lebih longgar, agar bonding terhadap ibu anak jauh lebih terjalin. Atau bahkan bisa berbagi ide bisnis yang mudah dilakukan tapi cukup menghasilkan. Menjadi orangtua itu adalah pelajaran yang tidak ada kitab sucinya, semua meraba dan belajar dari pengalaman. Learning by doing. Tidak ada orang tua yang sempurna. Saya sendiri masih belajar. Berproses. Dan akan selalu begitu.
Melalui berjualan buku saya merasa bisa berbagi informasi yang mungkin mereka butuhkan, pun hanya sekedar menjadi pendengar mereka. Saya percaya dan meyakini bahwa pendidikan damai itu bisa berangkat dari komunitas terkecil dalam sebuah Negara. Peace studies starts from home. Malah kadang saya pikir, keluarga itu adalah gerbang awal untuk bisa menciptakan perdamaian dunia. Dan seorang ibu adalah guru awal pelajaran kasih sayang dan damai bagi anak dan keluarganya. Ibu damai akan menciptakan lingkungan bahagia yang kondusif bagi anak dan juga keluarganya. Dengan bahagia, kekerasan dalam rumah tangga pun bisa diminimalisir atau bahkan bisa dihindari. Memang tidak sesederhana kelihatannya, tapi layak untuk diupayakan. Jadi, ayo para Ibu, bersukacitalah! Karena engkau adalah pelita bagi kehidupan anak-anak, keluarga dan dunia.
Salam,
semilir
( Tulisan ini dibuat sebagai salah satu bentuk apresiasi Hari Perdamaian Internasional 21 September 2017)
Komentar
Posting Komentar