Hujan rintik. Rhapsody di bulan November. Berhantaman. Satu sisi pertama, satu sisi kedua. Berhadapan. Garis vertical di depanku ini tak mau henti berkedip. Menyindirku mungkin dengan bibirnya yang nyiyir. Kembali lagi ke nol, dia bilang. Sembunyi-sembunyi tanpa bermaksud membuatku sakit hati. Putih memucat. Hitam pekat. Tapi dua saling memikat. Terikat. Bak sebuah cerita yang alunannya pelan-lambat. Maksud telah tersampaikan. Dengan jelas dan lantang iringan-iringan music yang terbawa oleh udara sontak berikrar. Seolah mereka ini adalah manusia yang bernyawa. Akh, paling tidak meski mereka mati nyawa mereka punya jiwa yang menyala-nyala, yang mampu bawa gelap ke terang. Tidak seperti manusia kebanyakan yang kenyang nyawa, tapi mati jiwa. Sempoyongan, membaca petunjuk, yang tak kunjung bersirat. Hanya guratan-guratan samar, tidak terbaca. Salah arah. Putar balik, ganti haluan. Berputar-putar, dan malah membuat sebuah rongga besar. Sempoyongan, membaca petunjuk, yang tak ku
Berbahagialah engkau semua para Ibu. Karena engkau adalah kehidupan. Karena engkau adalah cahaya. Karena engkau adalah Kasih dan Sayang. Karena engkau adalah Cinta.