*cerita ini kubuat ketika aku mengalami puber kedua...ha-ha-ha...I felt in love with someone who I didn't know his name..,stupid..but it's truly happened.* Sampai akhirnya saya bisa kenal,dan sampai sekarang saya dan dia bersahabat baik. # dan perasaan yang dulu sempat ada hilang begitu saja...., memang puber...ha-ha #
Lelaki itu Bernama….
Sepenuh hati aku berlari, keringatku bercucuran. Sesekali aku melirikkan mata ke arah jam digitalku yang berdiam di pergelangan tangan kiriku. Jam 11.20…mati aku!! kuliahku udah dimulai lebih dari setengah jam yang lalu. Aku memaki habis-habisan bus yang tadi sempat menahan laju motorku begitu lama. Entah karena di depannya juga ada kendaraan yang berhenti ato apa, tapi jelas dia membuatku lebih lambat 15 menit dari yang seharusnya. Lima belas menit…hanya lima belas menit, namun…untuk hari ini lima belas menit menjadi waktu yang sangat menentukan buatku. Karena lima belas menit ini cukup membuat waktu presentasiku di kelas berkurang. Dan alhasil dengan waktu kurang lebih lima menit aku harus mempresentasikan hasil praktek lapangan yang aku lakukan beberapa minggu lalu. Dan tentu saja keterlambatan akan mengurangi kehebatan presentasi yang kubuat dengan lembur dua hari dua malam tanpa henti itu. (nah, kan narsisku kumat deh!)
“…sigh…” Aku pasrah. Ketika presentasiku dicut sebelum waktunya, karena mau ngga mau kuliah ini emang saatnya berakhir. Padahal presentasiku tentang global warming itu belum semua ter-explain dengan jelas. Kecewa sih, tapi salahku juga.
Fiuuuuuhhh…..sudahlah. Akhirnya aku melangkahkan kaki keluar dari kelas yang ngebikin dadaku sesak itu. Aku memandangi perutku..entah sudah berapa ribu kalori yang berkurang gara-gara aku menaiki anak-anak tangga. Heran deh, knapa juga ni tangga tinggi banget. Bikin capek. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di anakan tangga. Menikmati sinar matahari yang keluar dari sela-sela pepohonan. Udah beberapa hari ini aku memikirkan banyak hal. Aku merindukan seseorang tapi entah siapa gerangan yang aku rindukan. Semesta ini terlalu luas untuk kucari tahu. Tiba-tiba serentetan peristiwa setahun silam kembali datang menegurku. Pikiranku dipaksa untuk mengingat kematian orang yang berarti buatku. Fiuuuuuhhh..udah lama tapi kenangan itu terus saja menghantuiku entah sampai kapan. Hingga tiba-tiba melintaslah seorang keturunan adam (okeee kata-kataku terlalu picisan….)
“Eehh..sapa ya ntu cowok? ngga familiar banget…” batinku. Dan seperti sihir tiba-tiba dia menolehkan wajahnya ke arahku. Membuat mataku bertemu dengan matanya. Kami saling berpandangan tapi saling terdiam. Aku menundukkan mukaku. Malu. Dan ketika aku menengadahkan kepalaku, dia telah menghilang. Entah pergi kemana. Sampai membuatku bertanya, “Hantukah??”
# # #
Aku mencoba memejamkan mataku. Tapi lagi-lagi bayangan wajah itu seakan menghantuiku. Membuatku penasaran. Arrrggggggghhhhhh……!!! Get Over him out from my mind!!! Aku berteriak.
# # #
“Nta…,maafiin aku…!” dengan wajah pucat pasi Aku menatap tubuh yang mengurus itu. Terlihat kantung matanya makin menghitam dan terlihat lelah. Sosok itu hanya diam. Berdiri kaku di hadapanku. Dengan langkah hati-hati dia memelukku. Erat.
Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Keringatku bercucuran, napasku naik turun tak beraturan. Reo? Knapa dia datang?? Reo, dia adalah cinta matiku. Cinta pertamaku dan dia adalah tempat dimana aku pernah menggantungkan mimpi dan harapan. Tapi semua itu kemudian berakhir ketika aku mendapat kabar dia pergi meninggalkanku. Untuk selamanya…
Sebuah kecelakaan pesawat membuat dia harus menyudahi segala urusannya di dunia. Termasuk juga memenuhi janji-janjinya padaku. Aku tidak menangis. Bahkan ketika kabar buruk itu datang. Aku hanya terdiam. Membisu. Tak ada satu linang air mata pun yang terjatuh, hatiku serasa hampa. Aku mati rasa. Dan ketika aku memberikan pelukan terakhirku padanya, hanya kata-kata terima kasih karena telah memberiku cinta yang begitu besar selama ini yang mampu aku ucapkan. Selebihnya hingga tanah melenyapkannya dari pandanganku aku hanya bisa bilang ‘aku mencintaimu’.
Sudah hampir satu tahun setelah peristiwa itu. Aku berusaha untuk mengubur semuanya, karena hidupku terus berjalan meski tanpa Reo. Aku tidak pernah lagi membahasnya. Bahkan teman-temanku pun berpikir bahwa aku telah berhasil melupakannya. Biarlah. Biar saja semua orang beranggapan begitu. Hanya saja, mimpi barusan membuatku makin bertanya, kenapa Reo tampak sangat tertekan, dan kenapa dia minta maaf? dia ngga pernah melakukan kesalahan. Sudahlah, anggep aja cuma angin lalu, mimpi kan cuma bunga tidur. Kemudian aku bergegas untuk bangkit dari tempat tidurku. Berharap perasaan aneh itu segera menyingkir dari pikiranku.
# # #
Ada apa hujan?
knapa tiba-tiba kamu meniadakan?
knapa kamu tidak berpaling kemudian berlari
ada apa hujan?
tiba-tiba membuatku terdiam
mati kaku
sedang apa hujan?
knapa kau datang bersama awan yang gelap
dan knapa kau selalu meniadakan?
Hari ini hujan tiba-tiba turun membasahi bumi, tempatku berpijak. Setelah sekian lama aku merindukan kedatangannya. Aku menghabiskan waktuku di kantin pojok kampus. Setelah pesanan coffemix-ku datang, aku memfokuskan diri pada berlembar-lembar hand-out di tanganku. Besok ada small test dan seperti biasa aku tipe orang yang punya kelancaran otak di atas rata-rata pas ujian tinggal esok harinya. Hahahaha…jangan ditanya kok bisa begitu. Lagi-lagi jujur aku sendiri juga ngga tahu. Pokoknya tahu-tahu begitu waktu mendesak pasti ni otak lagi mau bekerja. Jangan ditiru kalo bisa. Ni bukan sifat atau kelebihan yang pantas buat dibanggain. I meant it!
“Nta…..DINTAAA!!!!” terdengar suara yang ngga asing olehku. Pasti Nela. Sahabat deketku yang paling jayus itu. Dan seperti biasanya dia pasti akan menepuk pundakku sembari berkata, “Pa kabar, Bu!?”
“Pa kabar Buw??” katanya sambil menepuk pundakku. Nah, benar kan kataku. Ngga tahu tepatnya semenjak kapan dia punya kebiasaan kayak gitu. Tapi yang jelas selama aku kenal dia dari mulai pertama kali, dia udah melakukan kebiasaan itu. Nela kemudian duduk di depanku. Mengeluarkan jajanan pasar yang biasa dia bawa.
“Nih cobain! Enak.” tawarnya dengan mulut yang udah penuh berisi penganan. Aku menggeleng. Melihat dia makan aja bagiku udah cukup mengenyangkan. Meski jujur sih, laper juga. Tapi ngga tau knapa nafsu makanku tiba-tiba menghilang begitu saja. Terbang ke udara.
“Lo nape sih? kayak orang bingung gitu.” Tiba-tiba Nela menghentikan acara “merodikan” perutnya. Begitu aku mau menceritakan mimpiku semalam, tiba-tiba laki-laki yang dulu kuanggap hantu itu melintas di depan mejaku. Dia duduk di seberang. Aku dan dia saling berhadapan. Dan lagi-lagi mata kami bersirobok untuk yang kedua kalinya. Kami pun hanya terdiam. Mengamati satu sama lain. Hingga tiba-tiba perasaan aneh muncul jauh di dalam lubuk hatiku.
“Heeehhh!! Malah bengong! Lo nape sih?” Nela menyikut tanganku. Mengagetkan pandanganku pada laki-laki itu. Aku hanya bisa nyengir di depan Nela tanpa tau harus ngomong apa.
“Yeee…malah nyengir…aneh deh Lo.”
“La…,”
“Hmmmm….” dia mengaduk-aduk coffemix-ku yang telah berhasil dia serobot.
“Gue mau cerita ni.” Kataku hati-hati. Tampak dia sedikit heran dengan tingkahku itu. Nela menghentikan adukannya, kemudian dia mengernyitkan dahinya.
“Soal Reo ya?” bisiknya pelan-pelan. Dan aku menggangguk.
Kemudian aku mulai bercerita mengenai bagaimana alam mimpi mempertemukan aku dan Reo semalam. Tentang bagaimana keadaannya dan apa maksud ucapan maaf yang dia lontarkan itu. Nela mengangguk-angguk. Dia memperhatikan dengan seksama, Nela tahu bagaimana kisahku dan Reo bermula dan berakhir. Nela juga tahu betapa sebenarnya aku sungguh sangat merindukan Reo dan sungguh sangat kehilangannya.
“Mungkin…dia merasa bersalah karena dia ngga bisa memenuhi janji-janjinya ke Lo dulu. Dan karena harus ninggalin Lo secepat itu, di saat Lo sebenarnya butuh dukungannya…mungkin..” Nela memberikan pendapat-pendapat lugas dan sebenarnya cukup masuk akal itu.
“Hmmm..mungkin.” aku kembali menerawangkan pandanganku, Aku melihat cowok itu lagi. Dia kini tengah sibuk diskusi ma temen-temennya. Hehehe..dia tampak asyik dengan obrolan yang sedang terjadi…Ngg…aku masih penasaran..dia siapa ya? anak fakultas sini juga toh ternyata. Kok perasaan aku baru liat sekarang ya.
“Ehem…lagi ngelamun ato ngeliatin siapa sih, Buw? Segitu banget ngeliatnya??!” Nela tersenyum jail meledekku. Sepertinya dia tau kalo aku lagi memperhatikan seseorang.
“La…?” panggilku.
“Hmmm??”
“Lo tahu ntu cowok ngga?” bisikku sambil nunjuk ntu cowok diam-diam. Takut ketahuan nunjuk-nunjuk. Kan menyalahi kode etik. Hehehe…
Nela memutar balik badannya. Dan dia menggeleng. “Ngga pernah liat. Dia pasti bukan anak PAFF.” semburnya. PAFF adalah salah satu kelompok yang suka menghabiskan waktu luangnya buat ngomongin film, bikin film, bahkan lebih seringnya diskusi mereka lebih sering mengkritisi perfilman yang kata mereka sih makin garing aja. Aku pernah ikut pada salah satu diskusi mereka tempo hari. Siapa lagi kalo bukan gara-gara nungguin si Nela pulang. Nela salah satu anggota PAFF, dan berhubung aku ngga ada tebengan pulang ke kosan makanya dengan segala gundah aku bela-belain ikut diskusi mereka. Kalo ngga salah sih pas itu lagi ngebahas tentang perfilman Indonesia yang notabene genre-na horror yang ngga mutu itu. Menarik sih, tapi karena pas itu aku capek setengah mati, jadi agak sedikit ngga minat buat ikut diskusi secara intens.
“Yaaa mene ketehe” jawabku sembari meniru gaya Tora.” Udahlah, La. Ngga penting kale. Gue juga Cuma penasaran aja kok.” sesaat aku lihat ntu cowok melihatku lagi. Kali ini dengan tatapan lebih dalam.
“Knapa ya? ada sesuatu yang anehkah pada diriku?” tanyaku pada diri sendiri.
# # #
Hujan kembali turun..dan sialnya hari ini aku dengan sangat manis berbasah-basah ria. Begitu sampai di kosan aku kembali mengamati seluruh penampilanku melalui sebuah cermin besar yang kini ada di hadapanku. Fuuuuiiiihhh….betapa kumal dan leceknya aku. Setelah aku membersihkan sekujur tubuhku. Entah kenapa tiba-tiba obrolan Nela tadi terngiang di telingaku. Iya kali ya, mungkin emang benar kalo Reo merasa bersalah karena itu. Akhhh Reo…entah kenapa aku jadi merindukanmu saat ini. Namun entah mengapa justru wajah cowok yang engga aku kenal itu yang nongol tiba-tiba. Fuuuuuiiiihhh…ngebikin aku makin bertanya-tanya pada diriku sendiri. Ditambah kalo teringat kejadian siang tadi di kantin. Saat tu cowok memandangku penuh arti. Pertanyaan standar yang dari tadi terus berdenging di telinga adalah kenapa ntu cowok mandangin aku dengan tatapan yang kayak gitu, atooooo…aku aja yang keGeEran kali ya.. Dunno deh. Tapi bikin penasaran juga. Tiba-tiba terdengar NothingLastForever-na Maroon5. Aku buru-buru berlari dengan kecepatan tinggi, mencoba meraih Handphone yang baru aku Charge di atas meja belajarku yang berada jauh dari tempatku berada kini. Maklum handphoneku dah buluk. Low bat hobina Ga ada angin ga ada hujan suka mati ndiri.Horor emang tuh handphone.
“Terbitan, Nta…Terbitan!!!!” Entah kenapa saat ini suara Nela terdengar amat-sangat-tidak merdu.Oke, ralat. Memekakkan telinga lebih tepatnya.
“Apa sih. La? Apanya yang terbit? foto Lo terbit di majalah? hahahahaha….” Aku tertawa setengah mati membayangkan foto Nela dalam berbagai pose dan terpampang di sebuah majalah.
“Bukaaaaaannnnnnn Buwwww!!!” dia berteriak kenceng dan sekarang lebih kenceng daripada suara pertamakalinya tadi. “Ini soal cowok yang di kantin tadi!!!”
Kata-kata Nela barusan membuatku terdiam. Bingung. Masih sibuk mikir. Ni cowok yang mana? Ato jangan-jangan cowok ituuu.
“Heh Buw…kok dieeemmm…pulsa Gue bengkak ni ntar!” Nela mengembalikan aku kepada dunia yang sesungguhnya.
“Iyaaa..iya denger kok. La, cowok yang mana nih? Yang bikin aku penasaran?”
“Penasaran??? emang Lo penasaran ma dia? sejak kapan? perasaan Lo ngga pernah cerita kalo Lo penasaran ma dia. Nah, kan….Lo nyembunyiin sesuatu. Lo suka ma tu cowok?”
upppsss……mati deh.
“Emang Gue bilang penasaran ya?” Fiuuuhhh Ngeles deh. Senjataku kalo dah terpojok. “Gue ngga penasaran kok. Maksud Gue, cowok yang tadi sempet Gue tanyain ke Elo tu kan yang Lo maksud.”
“He-eh. Yupppeeeezzz ntu Cowok.”
syukur deh agaknya Nela lupa ama kebegoanku tadi.
“Gue lum tau nama ntu cowok. Tapi dia anak Terbitan. En tulisan dia kemaren dimuat di sebuah surat kabar. Koran apaa ya?? Kalo ngga ‘WartaKota’ ya… ‘Indonesia Hari Ini’. Nela melanjutkan laporan investigasinya. Sekedar info aja, Terbitan adalah salah satu wadah di universitas yang berisikan orang-orang yang suka mencetak berita. Tulisan-tulisan mereka cukup kritis dan banyak berita yang mereka tulis dimuat di surat kabar nasional yang terkenal. Dan cukup amaze juga kalo ntu cowok termasuk salah satu anggota Terbitan. Karena menurut kabar yang sering kudengar, ngga gampang untuk bisa menjadi anggota di Terbitan. Ada banyak persyaratan dan kualifikasi khusus untuk bisa bergabung. Exclusive, mungkin itu yang bisa menggambarkan keberadaan mereka.
“Okeee….terus…?Gue Cuma heran aja ma Lo, La. Kok Lo tiba-tiba tau tentang ntu cowok. Antusias banget.” Aakhirnyaaaa pertanyaan ini aku lontarkan.Senang bikin Nela terdiam.
“Fuuuiiiihhh….gini deh, gue antusias bukan karena apa-apa sih. Cuma tiba-tiba inget beberapa waktu lalu gue ngeliat tulisan dan wajahnya di Koran. Oke ntu cowok keren, kelihatan baik en has somethin’ special inside. Dunno what that is. Tapi…ini pertama kalinya Lo cerita soal cowok selaen Reo. En Gue sebagai sobat Lo yang baek, merasa bahwa itu adalah awal kemajuan Lo setelah ditinggal pergi ama Reo. Dan jujur, Gue seneng banget. Ternyata Lo masih suka ma cowok….” Nela memberi pernyataan yang gebleg kayak biasanya.
“Sialan Lo…yaiyaaalaaahh Gue masih demen ma cowok. Masa yaiyaadoooong!!!” giliran aku yang mencak-mencak sekarang.
“Okeee deh Buwww…sekian laporan dari agen Nela. Selanjutnya Gue serahkan ma Lo.” Dan ‘klik’ Nela menutup teleponnya.
Apa coba maksud kalimat terakhirnya tadi. Serahin ke aku apanya. Apanya yang musti diserahin?? emang deh tu anak, aneh.
Terbitan.
sounds…. good
sounds like a chance…..and sounds……
Buru-buru aku tancepin kabel telpon ke computer. Langsung aku sambungin komputerku buat mengakses internet. Aku buka google. Aku masukkan Forum Terbitan sebagai keyword. Langsung aku enter. Tapi…..gagal. Aku ngga menemukan apa yang aku cari. Mulai panic aku. Ngga tau kenapa tiba-tiba merasa kayak gitu. Jantungku berdegup ngga karuan. Rasanya kayak orang gila aja. Padahal hanya demi seseorang—yang bahkan aku ngga tau namanya. Insane!
Entah dapet wangsit dari mana. Tapi langsung aja aku mencoba mencarinya lewat Friendster. Dan kini aku tersenyum melihat ada wajahnya yang terpampang di salah satu hasil pencarian. Aku memasukkan nama Terbitan di kolom affiiation-na. Dan ketemu! Setelah aku melewati beberapa belas wajah lain yang terpampang dengan affiliation yang sama.
-Rafa Hendrawan-
Akhirnya aku tahu namanya. Segera aku pencet handphoneku, dan setelah terdengar ada suara yang menjawab di seberang langsung aku berteriak histeris. Senang!!!!
“Rafa. Rafa. Rafa Hendrawan!!!!... Nelaaaa…Gue tahu namanya sekarang. Nama cowok itu!!” Aku berteriak tanpa babibu pokoknya maen terjang aja. Dan aku makin ngga peduli ketika Nela mengeluhkan teriakanku yang katanya terdengar kayak kaleng rombeng. Aku makin mengencangkan suaraku.
“La….?”
“Hmmmm……….Apa?” Nela penasaran.Apalagi aku tiba-tiba terdiam cukup lama.
“Gue suka ama dia “,seruku.
“Ama ntu cowok???”
“Iya. Ama cowok yang punya nama…… Rafa Hendrawan!!!.”
Dan ‘…..…………’ tiba-tiba handphoneku mati.
-dedicated for the real Rafa-
Thanks for every stories that u’ve written down on my life.
Nov, 2007
Lelaki itu Bernama….
Sepenuh hati aku berlari, keringatku bercucuran. Sesekali aku melirikkan mata ke arah jam digitalku yang berdiam di pergelangan tangan kiriku. Jam 11.20…mati aku!! kuliahku udah dimulai lebih dari setengah jam yang lalu. Aku memaki habis-habisan bus yang tadi sempat menahan laju motorku begitu lama. Entah karena di depannya juga ada kendaraan yang berhenti ato apa, tapi jelas dia membuatku lebih lambat 15 menit dari yang seharusnya. Lima belas menit…hanya lima belas menit, namun…untuk hari ini lima belas menit menjadi waktu yang sangat menentukan buatku. Karena lima belas menit ini cukup membuat waktu presentasiku di kelas berkurang. Dan alhasil dengan waktu kurang lebih lima menit aku harus mempresentasikan hasil praktek lapangan yang aku lakukan beberapa minggu lalu. Dan tentu saja keterlambatan akan mengurangi kehebatan presentasi yang kubuat dengan lembur dua hari dua malam tanpa henti itu. (nah, kan narsisku kumat deh!)
“…sigh…” Aku pasrah. Ketika presentasiku dicut sebelum waktunya, karena mau ngga mau kuliah ini emang saatnya berakhir. Padahal presentasiku tentang global warming itu belum semua ter-explain dengan jelas. Kecewa sih, tapi salahku juga.
Fiuuuuuhhh…..sudahlah. Akhirnya aku melangkahkan kaki keluar dari kelas yang ngebikin dadaku sesak itu. Aku memandangi perutku..entah sudah berapa ribu kalori yang berkurang gara-gara aku menaiki anak-anak tangga. Heran deh, knapa juga ni tangga tinggi banget. Bikin capek. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di anakan tangga. Menikmati sinar matahari yang keluar dari sela-sela pepohonan. Udah beberapa hari ini aku memikirkan banyak hal. Aku merindukan seseorang tapi entah siapa gerangan yang aku rindukan. Semesta ini terlalu luas untuk kucari tahu. Tiba-tiba serentetan peristiwa setahun silam kembali datang menegurku. Pikiranku dipaksa untuk mengingat kematian orang yang berarti buatku. Fiuuuuuhhh..udah lama tapi kenangan itu terus saja menghantuiku entah sampai kapan. Hingga tiba-tiba melintaslah seorang keturunan adam (okeee kata-kataku terlalu picisan….)
“Eehh..sapa ya ntu cowok? ngga familiar banget…” batinku. Dan seperti sihir tiba-tiba dia menolehkan wajahnya ke arahku. Membuat mataku bertemu dengan matanya. Kami saling berpandangan tapi saling terdiam. Aku menundukkan mukaku. Malu. Dan ketika aku menengadahkan kepalaku, dia telah menghilang. Entah pergi kemana. Sampai membuatku bertanya, “Hantukah??”
# # #
Aku mencoba memejamkan mataku. Tapi lagi-lagi bayangan wajah itu seakan menghantuiku. Membuatku penasaran. Arrrggggggghhhhhh……!!! Get Over him out from my mind!!! Aku berteriak.
# # #
“Nta…,maafiin aku…!” dengan wajah pucat pasi Aku menatap tubuh yang mengurus itu. Terlihat kantung matanya makin menghitam dan terlihat lelah. Sosok itu hanya diam. Berdiri kaku di hadapanku. Dengan langkah hati-hati dia memelukku. Erat.
Tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Keringatku bercucuran, napasku naik turun tak beraturan. Reo? Knapa dia datang?? Reo, dia adalah cinta matiku. Cinta pertamaku dan dia adalah tempat dimana aku pernah menggantungkan mimpi dan harapan. Tapi semua itu kemudian berakhir ketika aku mendapat kabar dia pergi meninggalkanku. Untuk selamanya…
Sebuah kecelakaan pesawat membuat dia harus menyudahi segala urusannya di dunia. Termasuk juga memenuhi janji-janjinya padaku. Aku tidak menangis. Bahkan ketika kabar buruk itu datang. Aku hanya terdiam. Membisu. Tak ada satu linang air mata pun yang terjatuh, hatiku serasa hampa. Aku mati rasa. Dan ketika aku memberikan pelukan terakhirku padanya, hanya kata-kata terima kasih karena telah memberiku cinta yang begitu besar selama ini yang mampu aku ucapkan. Selebihnya hingga tanah melenyapkannya dari pandanganku aku hanya bisa bilang ‘aku mencintaimu’.
Sudah hampir satu tahun setelah peristiwa itu. Aku berusaha untuk mengubur semuanya, karena hidupku terus berjalan meski tanpa Reo. Aku tidak pernah lagi membahasnya. Bahkan teman-temanku pun berpikir bahwa aku telah berhasil melupakannya. Biarlah. Biar saja semua orang beranggapan begitu. Hanya saja, mimpi barusan membuatku makin bertanya, kenapa Reo tampak sangat tertekan, dan kenapa dia minta maaf? dia ngga pernah melakukan kesalahan. Sudahlah, anggep aja cuma angin lalu, mimpi kan cuma bunga tidur. Kemudian aku bergegas untuk bangkit dari tempat tidurku. Berharap perasaan aneh itu segera menyingkir dari pikiranku.
# # #
Ada apa hujan?
knapa tiba-tiba kamu meniadakan?
knapa kamu tidak berpaling kemudian berlari
ada apa hujan?
tiba-tiba membuatku terdiam
mati kaku
sedang apa hujan?
knapa kau datang bersama awan yang gelap
dan knapa kau selalu meniadakan?
Hari ini hujan tiba-tiba turun membasahi bumi, tempatku berpijak. Setelah sekian lama aku merindukan kedatangannya. Aku menghabiskan waktuku di kantin pojok kampus. Setelah pesanan coffemix-ku datang, aku memfokuskan diri pada berlembar-lembar hand-out di tanganku. Besok ada small test dan seperti biasa aku tipe orang yang punya kelancaran otak di atas rata-rata pas ujian tinggal esok harinya. Hahahaha…jangan ditanya kok bisa begitu. Lagi-lagi jujur aku sendiri juga ngga tahu. Pokoknya tahu-tahu begitu waktu mendesak pasti ni otak lagi mau bekerja. Jangan ditiru kalo bisa. Ni bukan sifat atau kelebihan yang pantas buat dibanggain. I meant it!
“Nta…..DINTAAA!!!!” terdengar suara yang ngga asing olehku. Pasti Nela. Sahabat deketku yang paling jayus itu. Dan seperti biasanya dia pasti akan menepuk pundakku sembari berkata, “Pa kabar, Bu!?”
“Pa kabar Buw??” katanya sambil menepuk pundakku. Nah, benar kan kataku. Ngga tahu tepatnya semenjak kapan dia punya kebiasaan kayak gitu. Tapi yang jelas selama aku kenal dia dari mulai pertama kali, dia udah melakukan kebiasaan itu. Nela kemudian duduk di depanku. Mengeluarkan jajanan pasar yang biasa dia bawa.
“Nih cobain! Enak.” tawarnya dengan mulut yang udah penuh berisi penganan. Aku menggeleng. Melihat dia makan aja bagiku udah cukup mengenyangkan. Meski jujur sih, laper juga. Tapi ngga tau knapa nafsu makanku tiba-tiba menghilang begitu saja. Terbang ke udara.
“Lo nape sih? kayak orang bingung gitu.” Tiba-tiba Nela menghentikan acara “merodikan” perutnya. Begitu aku mau menceritakan mimpiku semalam, tiba-tiba laki-laki yang dulu kuanggap hantu itu melintas di depan mejaku. Dia duduk di seberang. Aku dan dia saling berhadapan. Dan lagi-lagi mata kami bersirobok untuk yang kedua kalinya. Kami pun hanya terdiam. Mengamati satu sama lain. Hingga tiba-tiba perasaan aneh muncul jauh di dalam lubuk hatiku.
“Heeehhh!! Malah bengong! Lo nape sih?” Nela menyikut tanganku. Mengagetkan pandanganku pada laki-laki itu. Aku hanya bisa nyengir di depan Nela tanpa tau harus ngomong apa.
“Yeee…malah nyengir…aneh deh Lo.”
“La…,”
“Hmmmm….” dia mengaduk-aduk coffemix-ku yang telah berhasil dia serobot.
“Gue mau cerita ni.” Kataku hati-hati. Tampak dia sedikit heran dengan tingkahku itu. Nela menghentikan adukannya, kemudian dia mengernyitkan dahinya.
“Soal Reo ya?” bisiknya pelan-pelan. Dan aku menggangguk.
Kemudian aku mulai bercerita mengenai bagaimana alam mimpi mempertemukan aku dan Reo semalam. Tentang bagaimana keadaannya dan apa maksud ucapan maaf yang dia lontarkan itu. Nela mengangguk-angguk. Dia memperhatikan dengan seksama, Nela tahu bagaimana kisahku dan Reo bermula dan berakhir. Nela juga tahu betapa sebenarnya aku sungguh sangat merindukan Reo dan sungguh sangat kehilangannya.
“Mungkin…dia merasa bersalah karena dia ngga bisa memenuhi janji-janjinya ke Lo dulu. Dan karena harus ninggalin Lo secepat itu, di saat Lo sebenarnya butuh dukungannya…mungkin..” Nela memberikan pendapat-pendapat lugas dan sebenarnya cukup masuk akal itu.
“Hmmm..mungkin.” aku kembali menerawangkan pandanganku, Aku melihat cowok itu lagi. Dia kini tengah sibuk diskusi ma temen-temennya. Hehehe..dia tampak asyik dengan obrolan yang sedang terjadi…Ngg…aku masih penasaran..dia siapa ya? anak fakultas sini juga toh ternyata. Kok perasaan aku baru liat sekarang ya.
“Ehem…lagi ngelamun ato ngeliatin siapa sih, Buw? Segitu banget ngeliatnya??!” Nela tersenyum jail meledekku. Sepertinya dia tau kalo aku lagi memperhatikan seseorang.
“La…?” panggilku.
“Hmmm??”
“Lo tahu ntu cowok ngga?” bisikku sambil nunjuk ntu cowok diam-diam. Takut ketahuan nunjuk-nunjuk. Kan menyalahi kode etik. Hehehe…
Nela memutar balik badannya. Dan dia menggeleng. “Ngga pernah liat. Dia pasti bukan anak PAFF.” semburnya. PAFF adalah salah satu kelompok yang suka menghabiskan waktu luangnya buat ngomongin film, bikin film, bahkan lebih seringnya diskusi mereka lebih sering mengkritisi perfilman yang kata mereka sih makin garing aja. Aku pernah ikut pada salah satu diskusi mereka tempo hari. Siapa lagi kalo bukan gara-gara nungguin si Nela pulang. Nela salah satu anggota PAFF, dan berhubung aku ngga ada tebengan pulang ke kosan makanya dengan segala gundah aku bela-belain ikut diskusi mereka. Kalo ngga salah sih pas itu lagi ngebahas tentang perfilman Indonesia yang notabene genre-na horror yang ngga mutu itu. Menarik sih, tapi karena pas itu aku capek setengah mati, jadi agak sedikit ngga minat buat ikut diskusi secara intens.
“Yaaa mene ketehe” jawabku sembari meniru gaya Tora.” Udahlah, La. Ngga penting kale. Gue juga Cuma penasaran aja kok.” sesaat aku lihat ntu cowok melihatku lagi. Kali ini dengan tatapan lebih dalam.
“Knapa ya? ada sesuatu yang anehkah pada diriku?” tanyaku pada diri sendiri.
# # #
Hujan kembali turun..dan sialnya hari ini aku dengan sangat manis berbasah-basah ria. Begitu sampai di kosan aku kembali mengamati seluruh penampilanku melalui sebuah cermin besar yang kini ada di hadapanku. Fuuuuiiiihhh….betapa kumal dan leceknya aku. Setelah aku membersihkan sekujur tubuhku. Entah kenapa tiba-tiba obrolan Nela tadi terngiang di telingaku. Iya kali ya, mungkin emang benar kalo Reo merasa bersalah karena itu. Akhhh Reo…entah kenapa aku jadi merindukanmu saat ini. Namun entah mengapa justru wajah cowok yang engga aku kenal itu yang nongol tiba-tiba. Fuuuuuiiiihhh…ngebikin aku makin bertanya-tanya pada diriku sendiri. Ditambah kalo teringat kejadian siang tadi di kantin. Saat tu cowok memandangku penuh arti. Pertanyaan standar yang dari tadi terus berdenging di telinga adalah kenapa ntu cowok mandangin aku dengan tatapan yang kayak gitu, atooooo…aku aja yang keGeEran kali ya.. Dunno deh. Tapi bikin penasaran juga. Tiba-tiba terdengar NothingLastForever-na Maroon5. Aku buru-buru berlari dengan kecepatan tinggi, mencoba meraih Handphone yang baru aku Charge di atas meja belajarku yang berada jauh dari tempatku berada kini. Maklum handphoneku dah buluk. Low bat hobina Ga ada angin ga ada hujan suka mati ndiri.Horor emang tuh handphone.
“Terbitan, Nta…Terbitan!!!!” Entah kenapa saat ini suara Nela terdengar amat-sangat-tidak merdu.Oke, ralat. Memekakkan telinga lebih tepatnya.
“Apa sih. La? Apanya yang terbit? foto Lo terbit di majalah? hahahahaha….” Aku tertawa setengah mati membayangkan foto Nela dalam berbagai pose dan terpampang di sebuah majalah.
“Bukaaaaaannnnnnn Buwwww!!!” dia berteriak kenceng dan sekarang lebih kenceng daripada suara pertamakalinya tadi. “Ini soal cowok yang di kantin tadi!!!”
Kata-kata Nela barusan membuatku terdiam. Bingung. Masih sibuk mikir. Ni cowok yang mana? Ato jangan-jangan cowok ituuu.
“Heh Buw…kok dieeemmm…pulsa Gue bengkak ni ntar!” Nela mengembalikan aku kepada dunia yang sesungguhnya.
“Iyaaa..iya denger kok. La, cowok yang mana nih? Yang bikin aku penasaran?”
“Penasaran??? emang Lo penasaran ma dia? sejak kapan? perasaan Lo ngga pernah cerita kalo Lo penasaran ma dia. Nah, kan….Lo nyembunyiin sesuatu. Lo suka ma tu cowok?”
upppsss……mati deh.
“Emang Gue bilang penasaran ya?” Fiuuuhhh Ngeles deh. Senjataku kalo dah terpojok. “Gue ngga penasaran kok. Maksud Gue, cowok yang tadi sempet Gue tanyain ke Elo tu kan yang Lo maksud.”
“He-eh. Yupppeeeezzz ntu Cowok.”
syukur deh agaknya Nela lupa ama kebegoanku tadi.
“Gue lum tau nama ntu cowok. Tapi dia anak Terbitan. En tulisan dia kemaren dimuat di sebuah surat kabar. Koran apaa ya?? Kalo ngga ‘WartaKota’ ya… ‘Indonesia Hari Ini’. Nela melanjutkan laporan investigasinya. Sekedar info aja, Terbitan adalah salah satu wadah di universitas yang berisikan orang-orang yang suka mencetak berita. Tulisan-tulisan mereka cukup kritis dan banyak berita yang mereka tulis dimuat di surat kabar nasional yang terkenal. Dan cukup amaze juga kalo ntu cowok termasuk salah satu anggota Terbitan. Karena menurut kabar yang sering kudengar, ngga gampang untuk bisa menjadi anggota di Terbitan. Ada banyak persyaratan dan kualifikasi khusus untuk bisa bergabung. Exclusive, mungkin itu yang bisa menggambarkan keberadaan mereka.
“Okeee….terus…?Gue Cuma heran aja ma Lo, La. Kok Lo tiba-tiba tau tentang ntu cowok. Antusias banget.” Aakhirnyaaaa pertanyaan ini aku lontarkan.Senang bikin Nela terdiam.
“Fuuuiiiihhh….gini deh, gue antusias bukan karena apa-apa sih. Cuma tiba-tiba inget beberapa waktu lalu gue ngeliat tulisan dan wajahnya di Koran. Oke ntu cowok keren, kelihatan baik en has somethin’ special inside. Dunno what that is. Tapi…ini pertama kalinya Lo cerita soal cowok selaen Reo. En Gue sebagai sobat Lo yang baek, merasa bahwa itu adalah awal kemajuan Lo setelah ditinggal pergi ama Reo. Dan jujur, Gue seneng banget. Ternyata Lo masih suka ma cowok….” Nela memberi pernyataan yang gebleg kayak biasanya.
“Sialan Lo…yaiyaaalaaahh Gue masih demen ma cowok. Masa yaiyaadoooong!!!” giliran aku yang mencak-mencak sekarang.
“Okeee deh Buwww…sekian laporan dari agen Nela. Selanjutnya Gue serahkan ma Lo.” Dan ‘klik’ Nela menutup teleponnya.
Apa coba maksud kalimat terakhirnya tadi. Serahin ke aku apanya. Apanya yang musti diserahin?? emang deh tu anak, aneh.
Terbitan.
sounds…. good
sounds like a chance…..and sounds……
Buru-buru aku tancepin kabel telpon ke computer. Langsung aku sambungin komputerku buat mengakses internet. Aku buka google. Aku masukkan Forum Terbitan sebagai keyword. Langsung aku enter. Tapi…..gagal. Aku ngga menemukan apa yang aku cari. Mulai panic aku. Ngga tau kenapa tiba-tiba merasa kayak gitu. Jantungku berdegup ngga karuan. Rasanya kayak orang gila aja. Padahal hanya demi seseorang—yang bahkan aku ngga tau namanya. Insane!
Entah dapet wangsit dari mana. Tapi langsung aja aku mencoba mencarinya lewat Friendster. Dan kini aku tersenyum melihat ada wajahnya yang terpampang di salah satu hasil pencarian. Aku memasukkan nama Terbitan di kolom affiiation-na. Dan ketemu! Setelah aku melewati beberapa belas wajah lain yang terpampang dengan affiliation yang sama.
-Rafa Hendrawan-
Akhirnya aku tahu namanya. Segera aku pencet handphoneku, dan setelah terdengar ada suara yang menjawab di seberang langsung aku berteriak histeris. Senang!!!!
“Rafa. Rafa. Rafa Hendrawan!!!!... Nelaaaa…Gue tahu namanya sekarang. Nama cowok itu!!” Aku berteriak tanpa babibu pokoknya maen terjang aja. Dan aku makin ngga peduli ketika Nela mengeluhkan teriakanku yang katanya terdengar kayak kaleng rombeng. Aku makin mengencangkan suaraku.
“La….?”
“Hmmmm……….Apa?” Nela penasaran.Apalagi aku tiba-tiba terdiam cukup lama.
“Gue suka ama dia “,seruku.
“Ama ntu cowok???”
“Iya. Ama cowok yang punya nama…… Rafa Hendrawan!!!.”
Dan ‘…..…………’ tiba-tiba handphoneku mati.
-dedicated for the real Rafa-
Thanks for every stories that u’ve written down on my life.
Nov, 2007
Komentar
Posting Komentar