Peron Tiga
Kamu yang lebih sering bilang kalau kami meninggalkanmu, kamu yang pernah bilang tentang sebuah perasaan memiliki begitu kita akan kehilangan.
Waktu yang tersisa, begitu sangat cepat, Kekesalan semu dan amarah yang menggantung di udara lenyap tatkala begitu melihatmu telah mengemasi baju-baju, mengepak barang, dan melihat usahamu menikmati ketegaran dan penerimaan yang kau miliki dengan berdiri tenang di peron tiga, menunggu.
Gamang, hening, Geming..
Tak ada satu kata yang mampu terucap, pikiranmu melayang, pikiranku pun terbang, dia dan juga dia. Kita. Mata ketemu mata, Diam ketemu diam. Bodoh, waktu tinggal beberapa menit lagi, dan gerbong kereta tua itu akan bawamu pergi, kita masih beku, renungkan arti.
Tidak lebih dari sepuluh menit kami dengar kabar sembilan bulan kepergianmu. Pikiranku enggan berkompromi. Rasa memiliki ketika kau pergi, sebuah pengungkapan akan kebersamaan dan arti persahabatan sejati. Selesai sudahkah? Atau sebenarnya semua ini baru akan dimulai?
Air mata kedua…sentimentil bukan? Ini air mata kedua karenamu, sobat.
Dengan alasan “kamu”.
Sebuah kilatan cahaya akan abadikan momen kebersamaan kita. Kita berempat.
Sebuah pelukan akan torehkan rasa yang kuat, rasa kebersamaan kita. Kita berempat.
Tak diperlukan sebuah kecupan di dahi, dan kata “ kami akan merindukanmu”, karena kau tahu bahwa kami pasti akan rindukanmu, bahkan dalam diam sekalipun.
Setahun, dua tahun mungkin lima tahun kemudian kita masing-masing akan kembali menanyakan kabar tentang idealisme-realisme dan pragmatis kita? Masih terjagakah?
Akh,..cepatnya…tahu-tahu keretamu datang, bersiap antarkanmu ke negeri impian. Masing-masing hela napas panjang, berat langkah meninggalkan, berat langkah lepaskan.
Terjadilah, seperti yang pernah kau bilang. “It’s Written”
Pertemuan, perpisahan, dan pertemuan kembali. Sengaja kusisipkan pertemuan kembali, karena begitulah perjalanan kita berempat. Sebuah pertemuan kembali, sahabat sejati.
Ini waktunya, memang sudah sewajarnya. Bukan masalah siapa akan tinggalkan siapa.
Sebuah Keyakinan. Sebuah keberanian. Sebuah kemandirian. Sebuah pengampunan. Sebuah cinta. Kukuhkan kita.
Pertemuan, perpisahan, dan pertemuan kembali. Sengaja kusisipkan pertemuan kembali, karena begitulah perjalanan kita berempat, cerita kita berempat.
Gerbong-gerbong bergerak cepat, tinggalkan peron tiga, tinggalkan Yogyakarta, hingga tiba saat pertemuan kembali nanti, di suatu hari.
yogyakarta 4 Agustus 2009
Kereta mengantarmu pergi berkelana Sahabat...
Doa kami selalu bersertamu.
*tulisan ini saya tulis juga di note facebook saya..untuk mengantarkan kepergian seorang sahabat dekat yang sedang menuju ke gerbang dewasaan-nya*
Kamu yang lebih sering bilang kalau kami meninggalkanmu, kamu yang pernah bilang tentang sebuah perasaan memiliki begitu kita akan kehilangan.
Waktu yang tersisa, begitu sangat cepat, Kekesalan semu dan amarah yang menggantung di udara lenyap tatkala begitu melihatmu telah mengemasi baju-baju, mengepak barang, dan melihat usahamu menikmati ketegaran dan penerimaan yang kau miliki dengan berdiri tenang di peron tiga, menunggu.
Gamang, hening, Geming..
Tak ada satu kata yang mampu terucap, pikiranmu melayang, pikiranku pun terbang, dia dan juga dia. Kita. Mata ketemu mata, Diam ketemu diam. Bodoh, waktu tinggal beberapa menit lagi, dan gerbong kereta tua itu akan bawamu pergi, kita masih beku, renungkan arti.
Tidak lebih dari sepuluh menit kami dengar kabar sembilan bulan kepergianmu. Pikiranku enggan berkompromi. Rasa memiliki ketika kau pergi, sebuah pengungkapan akan kebersamaan dan arti persahabatan sejati. Selesai sudahkah? Atau sebenarnya semua ini baru akan dimulai?
Air mata kedua…sentimentil bukan? Ini air mata kedua karenamu, sobat.
Dengan alasan “kamu”.
Sebuah kilatan cahaya akan abadikan momen kebersamaan kita. Kita berempat.
Sebuah pelukan akan torehkan rasa yang kuat, rasa kebersamaan kita. Kita berempat.
Tak diperlukan sebuah kecupan di dahi, dan kata “ kami akan merindukanmu”, karena kau tahu bahwa kami pasti akan rindukanmu, bahkan dalam diam sekalipun.
Setahun, dua tahun mungkin lima tahun kemudian kita masing-masing akan kembali menanyakan kabar tentang idealisme-realisme dan pragmatis kita? Masih terjagakah?
Akh,..cepatnya…tahu-tahu keretamu datang, bersiap antarkanmu ke negeri impian. Masing-masing hela napas panjang, berat langkah meninggalkan, berat langkah lepaskan.
Terjadilah, seperti yang pernah kau bilang. “It’s Written”
Pertemuan, perpisahan, dan pertemuan kembali. Sengaja kusisipkan pertemuan kembali, karena begitulah perjalanan kita berempat. Sebuah pertemuan kembali, sahabat sejati.
Ini waktunya, memang sudah sewajarnya. Bukan masalah siapa akan tinggalkan siapa.
Sebuah Keyakinan. Sebuah keberanian. Sebuah kemandirian. Sebuah pengampunan. Sebuah cinta. Kukuhkan kita.
Pertemuan, perpisahan, dan pertemuan kembali. Sengaja kusisipkan pertemuan kembali, karena begitulah perjalanan kita berempat, cerita kita berempat.
Gerbong-gerbong bergerak cepat, tinggalkan peron tiga, tinggalkan Yogyakarta, hingga tiba saat pertemuan kembali nanti, di suatu hari.
yogyakarta 4 Agustus 2009
Kereta mengantarmu pergi berkelana Sahabat...
Doa kami selalu bersertamu.
*tulisan ini saya tulis juga di note facebook saya..untuk mengantarkan kepergian seorang sahabat dekat yang sedang menuju ke gerbang dewasaan-nya*
Komentar
Posting Komentar