Langsung ke konten utama

Sebuah akhiran dengan awalan

Sebuah akhiran dengan awalan
April 24th, 2008

Maaf, menghujanimu dengan banyak tangis hari ini…,polahnya aku sudah tahu. Baik buruknya aku juga kenal. Apa yang membuatku ingin terus melihatmu,hah?! Di sini tenang, daun berguguran, cicit burung terbang rendah terdengar elok.

Langit biru Maha Luas pun mensyukuri hal ini. Tidak ada Banyu, tidak ada Geluduk, tidak ada Bah. Cerah sekali, tak apa meski tidak ada Si Tujuh Warna yang rupawan hadir di pesta ini.

Satu orang murung, hatinya sedang kacau. Patah sekali lagi. Mungkin sepuluh cangkir kopi coklat bisa membuatnya teler malam ini. Aku ingin berdamai dengannya. Aku ingin bersukacita dengannya. Tatapannya ke satu arah, tapi pandangannya mengabur, pandangannya berkabut. Aku ingin memeluknya, ingin mengabarkan padanya bahwa dia masih dicintai oleh-Nya. Aku ingin membelai rambutnya,sekedar memberi tahu bahwa aku di sini menemaninya. Biar pergi segala penyakitnya, biar hilang segala luka yang dideritanya. Dia tak pantas murung seperti itu. Hai, kenalkan…namaku Kamu. Kamu siapa?

Aku terhenti di sebuah jalan sunyi yang berkelok tak perduli. Bersamanya, aku menemaninya kali ini. Paling tidak, agar dia tak meringis sakit, kalau dia tersandung nanti. "Hey, hey….dia memalingkan mukanya. Pura-pura tak tahu aku ada di sini. Hey…hey, dia takut untuk tahu, kalau aku juga tahu.
"
"Tenanglah,…aku di sini memujamu, aku di sini bersihkan airmatamu. Hey, KAmu! Ssssttt….diamlah, tenanglah…alam tidak sejahat itu. Banyu bukan tidak ingin temani kamu, dia hanya sedang berkelana di tempat lain, nanti dia pasti kembali untukmu. Sekarang kan ada aku, anggaplah aku pengganti Si PAngeran Banyumu itu".

Sudah tenang dia sekarang, setelah aku beritahu dia bahwa Banyu tidak melupakannya. Banyu tetap akan mengenangnya dalam setiap laju geraknya, dan alirnya. Lihat saja, Banyu (mungkin) sedang dalam perjalanan pulang ke tempatnya.

Fiuuuuhhh……sekarang aku ingin pergi, ke tempat sepi, biar sadar diri. Yang penting dia sudah tenang, aku tinggalkan dia. Dia kembali tersenyum manja.

Aku berjalan menengadah ke atas sana, melihat mendung sudah penuh….."Hey, Banyu…! Selamat tinggal.

Ps: ditulis pada tanggal 16 Maret 2008. Di sebuah tempat dimana aku tahu bahwa aku harus melepasnya. Dan aku mengawali dan mengakhiri dengan kata "Aku suka. Dan aku benar-benar suka". Terimakasih karena kisah ini tidak akan sempurna jika tidak ada kamu di dalam setiap episodenya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

dongeng Si Gajah dan Si Badak

dongeng Si Gajah dan Si Badak April 14th, 2008 Suatu hari di sebuah hutan belantara tampaklah seekor gajah yang berbadan besar dengan belalai panjangnya sedang bercengkrama dengan seekor badak. Si Badak terpesona melihat dua gading gajah yang membuat Si Gajah makin terlihat gagah. Kemudian Si Badak bertanya " Jah…Gajah…kok kamu bisa punya sepasang cula yang hebat begitu bagaimana caranya tho?…kamu terlihat semakin gagah saja". Lantas dengan bangga Si Gajah pun bercerita tentang puasa tidak makan tidak minumnya selama 80 hari. Berkat puasa itulah Si Gajah bisa mendapatkan cula yang hebat seperti yang Badak lihat sekarang. Akhirnya karena Si Badak juga ingin tampil gagah, dia pun mulai menjalani puasa 80 harinya seperti yang Si Gajah lakukan. Seminggu kemudian…… "Ahhh…enteeeeeng…." Badak sesumbar. Dua minggu berikutnya…… Si BAdak mulai sedikit lemas, dia masih bertahan meski rasa lapar, rasa haus kian menghantuinya. Dia iri melih...

Sebuah esai tentang kebudayaan bersifat simbolik

Di sebuah stasiun TV Swasta terlihat ada sebuah penayangan mengenai kehidupan sebuah suku yang masih kental dengan keprimitifannya. Sebut saja salah satu suku di Afrika. Tampak di sana sekelompok manusia berpakaian seadanya, sedang duduk mengelilingi api unggun. Kepala suku mereka sedang menceritakan kepada anggota kelompoknya yang lain, menceritakan mengenai sebuah batu yang tiba-tiba saja terlempar dari arah gunung berkapur hingga hampir membuatnya celaka, hingga detik itu juga dia, selaku kepala suku di sana menyatakan bahwa benda tersebut adalah ‘benda jahat atau benda setan’. Simbol tersebut dia gunakan sebagai bentuk kekhawatirannya terhadap anggota kelompoknya yang lain, sehingga mendorong agar anggota yang lain selalu waspada. Bentuk pengungkapan itu membudaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Hingga kemudian manusia menjadi lebih pandai dan cerdas hingga benda yang disebut-sebut sebagai benda jahat itu hanyalah sebuah bongkahan batu yang secara tidak sengaja terlempa...

SANGIRA

Sangira Sang, Hujan mau datang lagi. Sudikah kiranya dirimu antarku pulang? Sang, kukecilkan pakaian-pakaian longgarmu, ambillah, sudah kutaruh di almari. Aku mau pulang, Sang. Aku tidak bisa berlama-lama lagi di sini. Di tempat ini. Aku takut, Sang. Tempat ini sudah sangat berbeda, kita tidak bisa lagi main-main dengan Hujan seperti dulu. Masih ingatkah engkau pada bunyi kecipak-cipak air yang main lompat di kubangan lumpur, Sang? Aku rindu. Aku mau pulang, Sang…. Seperti memang sudah berjodoh, aku bertemu lagi dengan laki-laki berkemeja garis-garis biru yang kemarin aku temui di sebuah toko kue. Dia tengah kebingungan mencari sebuah kue ulang tahun yang katanya untuk seseorang yang spesial. Untuk pacarnya kurasa. Tapi siapapun perempuan itu sudah pasti dia beruntung sekali. Bagaimana tidak, laki-laki itu terlihat begitu sangat perhatian, peduli, dan rasa sayang yang diperlihatkan pada muka bingungnya ketika mencari kue ulang tahun yang pas untuk seseorang istimewanya itu membuatk...